Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah saat ini tengah mengalami defisit anggaran hingga sekitar Rp1 triliun, akibat banyaknya tagihan dari proyek-proyek luncuran ("carry over") dari tahun anggaran sebelumnya. Menurut Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Mulia P Nasution, di Jakarta, akhir pekan ini, pada akhir April lalu belanja negara baru mencapai Rp137 triliun, namun hingga pertengahan Mei ini sudah naik menjadi Rp150 triliun, sementara pendapatan negara baru mencapai Rp149 triliun. "(Pencairan besar-red) Itu terutama yang menyangkut dana luncuran. Kita perkirakan paling tidak 60 persen habis terserap. Untuk Aceh saja sudah 62 persen. Sudah Rp2,5 triliun dari Rp3,9 triliun (dana luncuran untuk Aceh-red)," katanya. Meskipun demikian, menurutnya, belum semua tagihan-tagihan untuk pelaksanaan proyek-proyek luncuran yang sebenarnya sudah mulai dilakukan, telah dibukukan. Batas waktu dimulainya pelaksanaan proyek-proyek luncuran itu sendiri adalah akhir April 2006 kemarin, namun untuk penagihan biaya dana luncuran bisa dilakukan hingga Mei ini. Pemerintah sendiri menganggarkan sekitar Rp15 triliun untuk proyek-proyek luncuran. "Tapi kita tidak perlu khawatir karena kita sudah amankan penyiapan dana melalui penerbitan obligasi internasional, 2 miliar Dolar AS dan pinjaman dari JBIC (Japan Bank for International Cooperation), 100 juta Dolar AS yang disiapkan menunggu jatuh tempo utang-utang yang cukup besar," katanya. Selain tagihan dari dana luncuran, dia menjelaskan masih ada tagihan dari proyek-proyek yang dilakukan oleh departemen-departemen teknis seperti dari Dep PU, Dephub, dan Deptan. "Kalau dari departemen teknis kan pekerjaannya fisik. Dua-tiga bulan pertama mereka masih proses tender. Jadi belum ada apa-apa. Baru kemudian bisa menunjuk kontraktornya pada Maret April. Baru mulai kerja dan tagihan-tagihan masuk. Jadi dari sini kalau bisa diperbaiki iramanya, ya mungkin daya serapnya akan lebih baik dari tahun lalu (front loading)," kata Mulia. Dari sisi penerimaan, Mulia menjelaskan selain dari penerimaan sektor pajak, cukai dan bea masuk, sumber pembiayaan lainnya adalah dari penerbitan obligasi, baik lokal atau internasional, serta pinjaman program dari luar negeri. "Penerbitan obligasi lokal dan internasional sudah optimal sesuai dengan kesepakatan dengan DPR. Demikian juga dengan pinjaman program dari luar negeri. Kalau bisa ditingkatkan, kita paling bisa tarik 800 juta Dolar AS dari ADB, 800 juta Dolar AS dari Bank Dunia, dan 100 juta Dolar AS dari JBIC. Jadi sekitar 1,7 miliar Dolar AS hingga akhir tahun," katanya. Penerimaan negara dari sektor pajak per 26 April 2006 tercatat Rp104,3 triliun atau 29 persen dari target Rp362 triliun. Sedangkan setoran dari cukai per 13 April 2006 mencapai Rp10,02 triliun atau 27 persen dari target 2006 sebesar Rp36,5 triliun. Dan setoran bea masuk mencapai Rp3,272 triliun atau 20 persen dari target 2006 sebesar Rp16,5 triliun. "Jadi di sisi penerimaan memang harus digencarkan. dan kemudian kita tetap mengendalikan belanja terutama karena listrik tidak jadi disesuaikan yang berarti ada sekitar Rp10 triliun tambahan yang harus disediakan," demikian Mulia. (*)
Copyright © ANTARA 2006