Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Maria Endang Sumiwi mengemukakan alasan pemerintah memberi produk biskuit sebagai makanan tambahan kepada anak sejak 2016, sebab dilatarbelakangi kemampuan kader posyandu dalam menyediakan makanan siap santap bergizi yang masih terbatas.
"Latar belakangnya, pemberian biskuit ini dilaksanakan sejak 2016. Memang ada panduan tentang pemberian makanan tambahan yang bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu pangan lokal atau pabrikan," kata Maria Endang Sumiwi dalam konferensi pers SSGI 2022 di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Jumat.
Ia mengatakan, pejabat berwenang pada waktu itu mempertimbangkan sejumlah detail persyaratan pemenuhan zat gizi yang kompleks bagi kebutuhan tumbuh kembang anak yang hanya bisa dikelola oleh pabrikan. Sementara untuk memenuhi opsi pangan lokal siap santap memerlukan usaha yang lebih besar dari kalangan kader di posyandu.
"Karena detail dan persyaratannya banyak, berdasarkan pemenuhan zat gizi. Sehingga kebijakan saat itu dipilih pangan pabrikan karena ada standar yang harus dipenunhi, sementara kalau pangan lokal harus banyak yang dilakukan," katanya.
Baca juga: BKKBN anjurkan makanan tambahan posyandu gunakan protein hewani
Baca juga: Publik figur: Ilmu dari posyandu cegah anak konsumsi makanan tak sehat
Sebelumnya, kebijakan tersebut menuai kritik dari Presiden RI Joko Widodo yang menilai pemberian biskuit merupakan cara mudah, tapi sebenarnya tidak tepat sasaran untuk memenuhi keseimbangan gizi pada anak.
Kritik yang sama juga dilontarkan sejumlah pakar gizi dari kalangan profesor kepada Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.
Atas pertimbangan masukan tersebut, Kemenkes kemudian mengganti pemberian biskuit kepada anak dengan pangan lokal berprotein hewani seperti telur, ikan, daging, dan susu.
"Kami memulai peralihan itu sejak 2022 di 16 kabupaten dulu, karena ingin lihat, apakah metode baru ini bisa dilakukan atau tidak. Karena ini menyiapkan makanan siap santap oleh posyandu yang dimasak kader dengan menu khusus yang memenuhi kebutuhan gizi maupun protein," katanya.
Kabupaten tersebut tersebar di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan sejumlah daerah di luar Jawa.
Dari hasil evaluasi selama hampir setahun, kader posyandu di 16 Kabupaten percontohan nyatanya sanggup memproduksi pangan olahan lokal untuk gizi anak, sehingga mulai tahun ini cakupan program tersebut diperluas ke seluruh daerah di Indonesia.
"Ternyata di 16 Kabupaten ini bisa jalan, sehingga tahun ini peralihan ini akan lebih besar," katanya.
Kemenkes telah mengalokasikan anggaran pengadaan pangan lokal pada 2023 untuk 389 dari 514 kota/Kabupaten yang memiliki fiskal rendah dan sedang. "Kami anggarkan melalui transfer dana ke daerah," katanya.
Sedangkan bagi 125 daerah dengan fiskal tinggi, kata Endang, dianggarkan melalui APBD setempat untuk program serupa.*
Baca juga: Kader posyandu Jaksel dapat pelatihan antropometri
Baca juga: Pemerintah berupaya sediakan alat antropometri bagi seluruh posyandu
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023