Larangan itu adalah untuk membawa kebaikan

Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan edukasi melalui pendekatan keagamaan dapat digunakan untuk mencegah fenomena pernikahan dini.

"Jadi undang-undang sudah ada, maka edukasi pendekatan keagamaannya (perlu) diperkuat, sehingga masyarakat tahu betul, paham bahwa larangan itu adalah untuk membawa kebaikan," kata Wapres Ma'ruf Amin di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya Komnas Perempuan mencatat sepanjang tahun 2021, terdapat 59.709 kasus pernikahan dini yang diberikan dispensasi oleh pengadilan. Jumlah tersebut sedikit penurunan dibanding pada 2020 yakni 64.211 kasus, namun angka ini masih sangat tinggi dibandingkan tahun 2019 yang berjumlah 23.126 pernikahan anak.

Dispensasi menikah adalah keringanan yang diberikan pengadilan agama kepada calon mempelai pria maupun wanita yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

"Ya sebenarnya pemerintah sudah berusaha supaya tidak terjadi perkawinan anak di bawah umur karena itu ada undang-undangnya, karena memang akibatnya tidak baik ada stunting, ada kemiskinan, bahkan juga kematian anak, kematian ibu itu banyak," tambah Wapres.

Wapres Ma'ruf menyebut, salah satu alasan terjadinya pernikahan anak di Indonesia adalah karena tidak ada larangan pernikahan anak di mata agama.

Baca juga: Wapres larang pernikahan dini untuk cegah stunting

Baca juga: Menteri PPPA: Pemerintah serius tangani pernikahan dini anak

"Memang ada pikiran bahwa di masyarakat itu bahwa agama tidak melarang, nah ini. Oleh karena itu kita harus bisa memberikan edukasi kepada masyarakat, jadi walau tidak dilarang oleh agama tapi agama melarang sesuatu yang membahayakan, menyuruh kita melakukan maslahat (manfaat)," ungkap Wapres.

Wapres Ma'ruf menegaskan pernikahan di bawah umur tidak maslahat, tidak baik.

"Maka itu, kita harus mengedukasi masyarakat supaya masyarakat mengambil yang terbaik, yang terbaik tidak menikahkan, ini menurut pendekatan keagamaan," tegas Wapres.

Data dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya menunjukkan angka permohonan dispensasi nikah (diska) di provinsi Jawa Timur pada 2022 mencapai 15.212 kasus.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati menyebutkan dari 15.212 permohonan diksa itu, 80 persen di antaranya karena para pemohon telah hamil sementara 20 persen sisanya terjadi banyak sebab seperti perjodohan karena faktor ekonomi.

Secara khusus, permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama (PA) Ponorogo ada 191 perkara. Dari jumlah tersebut, pengadilan memutus sebanyak 176 perkara. Penyebab pertama pacaran sebanyak 66 perkara. Kemudian penyebab hamil ada 115 perkara dan ada 10 perkara karena sang wanita sudah melahirkan.

Sedangkan di tempat lain, Pengadilan Agama (PA) Bandung mencatat permohonan dispensasi menikah pada tahun 2022 mencapai 143 kasus. Jumlah tersebut juga lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yaitu pada 2021 mencapai 193 kasus dan tahun 2020 mencapai 219 kasus.

Kebanyakan alasan untuk dispensasi nikah adalah akibat hamil di luar nikah dengan usia 17-18 tahun meski ada juga di bawah usia 16 tahun dan rata-rata putus SD atau SMP.

Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1) menyatakan perkawinan hanya dapat diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Artinya baik pria maupun wanita yang belum 19 tahun, dan ingin menikah harus meminta dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.

Baca juga: Guru Besar UIN: Orang tua harus cegah anak nikah dini

Baca juga: Puluhan pasangan pengantin di bawah umur ajukan dispensasi pernikahan


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023