Surabaya (ANTARA News) - Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Jawa Timur di Jl Gununganyar, Rungkut, Surabaya akan digugat 32 wartawan Surabaya secara massal terkait insiden pemukulan dua jurnalis televisi pada 24 April 2006.
"Teman-teman pers sepakat melakukan gugatan massal ke PN Surabaya pada 15 Mei mendatang. Gugatan massal itu sebenarnya diajukan lebih dari 32 wartawan, tapi wartawan lainnya memilih untuk menjadi saksi dalam persidangan," kata kuasa hukum dari LBH Pers Eka Iskandar di Surabaya, Sabtu.
Gugatan massal itu terkait pemukulan yang dialami Sandi Irwanto (ANtv) dan Andreas N Wicaksono (TPI) serta puluhan wartawan lainnya yang dihalang-halangi saat melakukan peliputan, meski tidak dihalangi secara fisik. Mereka yang siap menjadi saksi antara lain Heru (RCTI) dan Elyas (Global TV).
Menurut Eka Iskandar, LBH Pers dengan dukungan LBH Surabaya akan mengerahkan lima pengacara guna mendampingi puluhan jurnalis yang melakukan gugatan massal itu, namun ada lima pengacara lainnya yang siap membantu jika sewaktu-waktu diperlukan.
"Kami dari tim advokasi sudah berkoordinasi dengan para wartawan selama seminggu lebih untuk menghimpun kelengkapan materi gugatan massal itu. Gugatan akan dilayangkan kepada rektor UPN, dua satpam yang melakukan pemukulan, dan yayasan UPN," katanya.
Ia menjelaskan gugatan massal itu mengabaikan gugatan individual (perdata) yang dilakukan dua wartawan yang menjadi korban pemukulan dan gugatan
class action (gugatan perwakilan) dengan pertimbangan efektifitas dan proses pembelajaran kepada masyarakat.
Dalam kaitan itu, Dony Maulana dari AJI Surabaya menyatakan 32 wartawan yang tergabung dalam "Kelompok wartawan Menggugat UPN" sudah menyertakan tanda tangan dan fotocopy kartu pers yang dimiliki untuk melengkapi gugatan massal itu.
"Gugatan massal itu sifatnya perdata biasa, tapi kami melakukan terobosan dengan sebanyak mungkin orang. Gugatan massal itu sebenarnya hanya sekedar untuk memberi pelajaran kepada masyarakat bahwa menghalang-halangi tugas pers itu merugikan publik," katanya.
Insiden pemukulan wartawan itu berawal dari kemarahan Satpam UPN saat ada jurnalis meliput aksi demonstrasi di kampus UPN, kemudian satpam meminta dua jurnalis televisi yang dimaksud minta izin ke Humas.
Namun di kantor Humas mereka justru dimarahi, sehingga jurnalis itu menghubungi rekan-rekannya melalui HP dan hal itu justru memicu kemarahan enam Satpam yang ada sampai akhirnya terjadi pemukulan
bertubi-tubi.
Secara pidana, Polwiltabes Surabaya sudah menetapkan tiga tersangka, yakni dua satpam dan seorang staf rungga (rumah tangga) UPN, namun staf rungga akhirnya dilepaskan dengan alasan tidak cukup bukti. Dua Satpam UPN adalah Mujiadi dan Edy Susilo, sedangkan staf rungga UPN bernama Anam.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006