Beijing (ANTARA) - Sekelompok anak berlarian kecil di bawah temaram lampu taman tanpa menghiraukan dinginnya udara malam. Sementara itu, para orang tua bercengkerama dan mengawasinya dari jauh kalau-kalau di antara anak mereka ada yang jatuh.

Bagaimana pun bermain di taman sampai larut malam bukan pemandangan yang lazim, apalagi di bawah suhu udara rendah pada musim dingin.

Namun demikian, mereka tetap bertahan di taman yang berada di tengah-tengah sebuah permukiman padat penduduk di Distrik Chaoyang, Kota Beijing.

Tidak lama memang, karena anak-anak itu keluar rumah bersama orang tuanya masing-masing pada saat-saat terakhir menjelang peristiwa penting dalam kehidupan mereka, yakni datangnya Imlek.

Tatkala saat-saat yang ditunggu datang, beraneka ragam kembang api meluncur ke angkasa dan memecah kegelapan langit malam. Seorang ibu muda mengabadikan anaknya yang belum genap berusia lima tahun bergaya sambil memegang kembang api ukuran kecil.

Sebuah pemandangan yang tidak pernah dijumpai dalam tiga tahun terakhir tersebut akhirnya benar-benar terwujud pada malam itu.

Dalam tiga tahun terakhir perayaan Imlek, warga China selalu berada dalam kungkungan. Kungkungan itu adalah protokol kesehatan yang kelewat ketat demi mengejar ambisi nol kasus COVID-19.

Kebijakan ketat itu hanya berumur tiga tahun. Bulan Desember bukan hanya sebagai bulan di penghujung tahun 2022, melainkan juga telah menjadi penanda dimulainya kehidupan baru, kehidupan yang lebih leluasa, kehidupan yang lebih manusiawi meskipun wabah penyakit tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.

Ingar bingar pesta kembang api di seantero wilayah China daratan pada Sabtu (21/1) malam hingga Minggu (22/1) dini hari bukan sekadar perayaan pergantian tahun dalam mitologi Tiongkok yang direpresentasikan dalam bentuk hewan, seperti tahun 2023 sebagai tahun kelinci menggantikan tahun 2022 yang diperlambangkan dengan macan.

Terlepas dari mitologi tersebut, Imlek pada tahun ini lebih tepatnya adalah perayaan atas dibukanya sebuah kebebasan yang pernah hilang dalam kurun waktu tiga tahun.

Anak-anak ditemani orang tuanya bermain di salah satu pusat perbelanjaan di Beijing, China, yang berornamen Imlek, Selasa (24/1/2023).
(ANTARA/M. Irfan Ilmie)

Tanpa Batas

Sebagai momentum kembalinya sebuah kebebasan, pantas sekali untuk dirayakan dengan beragam ekspresi dan aktivitas yang beberapa tahun sebelumnya sangat terbatas.

Sekat-sekat yang membatasi aktivitas sudah dilucuti. Masyarakat pun bebas berkeliaran karena sudah tidak ada lagi kewajiban melakukan tes PCR harian, karantina, dan menggunakan aplikasi kartu kesehatan digital (health kit) yang sebelumnya dianggap sebagai perangkat pembatas ruang gerak.

Jauh sebelum tanggal 21 Januari 2023, otoritas setempat sudah mengumumkan dibukanya kembali objek-objek wisata. Bahkan program mudik nasional Tahun Baru Imlek yang dikenal dengan sebutan Chunyun sudah dinyatakan dibuka secara resmi mulai 14 Januari.

Chunyun yang merupakan peristiwa mudik terbesar di dunia itu akan berlangsung hingga pertengahan Februari mendatang.

Panjangnya masa liburan Tahun Baru Imlek tersebut bakal menjadi momentum bagi China untuk memulihkan perekonomian nasionalnya yang terpuruk dalam satu tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 3 persen pada tahun 2022 tercatat sebagai pertumbuhan ekonomi terendah China dalam 50 tahun terakhir.

Mencabut kebijakan nol COVID dengan menghilangkan berbagai sekat tadi menjadi pilihan yang terakhir bagi otoritas setempat untuk mempertahankan posisi China di peringkat kedua negara ekonomi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.

Kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh wajah-wajah baru elite Partai Komunis China (CPC) hasil Kongres Nasional ke-20 benar-benar menjadi kado Imlek bagi warga setempat.

Beberapa anggota keluarga yang sempat tercerai-berai oleh prokes ketat selama beberapa tahun terakhir akhirnya bisa berkumpul kembali.

Pemandangan haru dan penuh kebahagiaan terekam di pos-pos perbatasan yang menjadi titik pertemuan para anggota keluarga yang terpisahkan tadi.

Bandar udara, pelabuhan laut, sungai dan danau, stasiun kereta api, dan terminal bus antar-provinsi penuh oleh para pemudik.

Kereta-kereta metro yang menjangkau beberapa kawasan sub-urban di Kota Beijing dipenuhi oleh para penumpang yang membawa koper beragam ukuran menuju beberapa stasiun terpadu. Mereka itu adalah para pendatang yang hendak melakukan perjalanan lanjutan menuju kampung halamannya di berbagai daerah di China untuk merayakan Imlek bersama keluarga.

Bagi penyedia jasa transportasi tentu saja fenomena itu menjadi peluang. Operator kereta api di China mencatat 110 juta trip telah terselenggara dalam 15 hari terakhir.

Jalan kereta api sepanjang 4.200 kilometer yang baru dirampungkan pada tahun lalu akhirnya benar-benar bisa dioperasikan sebagai sarana penunjang Chunyun pada tahun ini. Dengan penambahan jalur baru tersebut, para pengguna kereta api bisa leluasa menentukan sendiri jalur mudiknya, apalagi pelayanannya juga makin beragam yang ditunjang oleh teknologi digital dan kecerdasan artifisial.

Imlek tahun ini juga menjadi momentum kebebasan bagi warga China untuk bepergian ke luar negeri dengan berbagai tujuan, termasuk liburan dan wisata.

Pembatasan yang diterapkan sejumlah negara terkait dengan gelombang kasus positif terbaru COVID-19 di China, tak menyurutkan niat warga untuk menghabiskan uang di luar negeri karena sejak lama mereka merindukan liburan dengan suasana yang baru dan pasti berbeda.

Apalagi saat ini di China sedang musim dingin sehingga negara-negara tropis, seperti Indonesia dan Thailand menjadi tujuan mereka untuk mengisi liburan panjang Imlek.

Ditinggal mudik dan liburan ke luar negeri oleh sebagian besar warganya, tentu saja suasana di Ibu Kota sedikit lengang. Suasana di dalam kereta metro yang sempat penuh sesak sejak pelonggaran kebijakan COVID pun kembali sepi penumpang.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023