Tokyo (ANTARA) - Dolar melayang di dekat level terendah sembilan bulan terhadap euro dan memberikan kembali kenaikan baru-baru ini terhadap yen di sesi Asia pada Selasa sore, karena para pedagang menimbang risiko resesi AS dan jalur kebijakan Federal Reserve.

Indeks dolar AS - yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya, termasuk euro dan yen - tergelincir 0,12 persen menjadi 101,89, kembali ke level terendah 7,5 bulan di 101,51 yang dicapai minggu lalu.

Euro bertambah 0,08 persen menjadi 1,0880 dolar, mendekati puncak Senin (23/1/2023) di 1,0927 dolar AS, terkuat sejak April.

"AS bukan lagi kemeja terbersih di binatu ekonomi global," kata Ray Attrill, kepala strategi valuta asing di National Australia Bank, yang memperkirakan indeks dolar turun ke 100 pada akhir Maret dan euro naik menjadi 1,10 dolar.

"Itu merupakan bagian integral dari pandangan bearish dolar AS kami, bahwa AS tidak akan menjadi pemimpin pertumbuhan global."

Para pedagang pasar uang hanya memperkirakan dua kenaikan suku bunga seperempat poin oleh Fed ke puncak sekitar 5,0 persen pada Juni, dengan pemotongan dua perempat poin menyusul sebelum akhir tahun. The Fed sendiri bersikeras 75 basis poin pengetatan lebih mungkin terjadi.

Sebaliknya, mata uang tunggal Eropa didukung oleh komentar dari pejabat Bank Sentral Eropa yang menunjuk pengetatan kebijakan lebih lanjut yang agresif.

Yang terbaru adalah Presiden ECB Christine Lagarde, yang pada Senin (23/1/2023) menegaskan kembali bahwa bank sentral akan terus menaikkan suku bunga dengan cepat untuk memperlambat inflasi yang masih terlalu tinggi.

"Presiden Lagarde telah berada di antara para hawks, jadi kami merasa nyaman dengan seruan kami untuk kenaikan 50 basis poin pada dua pertemuan berikutnya," tulis ahli strategi Commonwealth Bank of Australia, Joseph Capurso dalam catatan klien, menunjuk ke potensi pengujian 1,1033 dolar untuk euro minggu ini.

Di tempat lain, dolar merosot 0,41 persen menjadi 130,11 yen, mundur setelah dua sesi kenaikan kuat.

Pekan lalu, dolar turun ke level 127,215 yen, terlemah sejak Mei, sebelum peninjauan kebijakan bank sentral Jepang (BoJ) karena investor bertaruh BoJ akan mulai mengakhiri program stimulusnya. Namun, BoJ membiarkan kebijakan tidak berubah, memberi dolar sedikit kelonggaran.

Namun, banyak yang terus memperkirakan pergeseran hawkish oleh BoJ tahun ini, karena pembuat kebijakan terus menyesuaikan kebijakan untuk memperpanjang umur mekanisme kontrol kurva imbal hasil (YCC), yang menetapkan suku bunga jangka pendek di -0,1 persen dan mempertahankan imbal hasil obligasi 10-tahun dalam kisaran sekitar nol.

"Jelas, pasar menganggap kebijakan YCC telah melewati tanggal penggunaannya, dan itu hanya masalah waktu - dan mungkin berbulan-bulan daripada kuartal - sampai BoJ membunyikan lonceng kematian," kata Attrill dari NAB, yang memprediksi dolar-yen akan turun menjadi 125 pada akhir Maret.

"Era kelemahan yen dengan cepat tertinggal di belakang kita."

Sementara itu, sterling terakhir diperdagangkan di 1,2391, naik 0,12 persen hari ini.

Dolar Australia naik 0,18 persen menjadi 0,7041 dolar AS dan dolar Selandia Baru menguat 0,27 persen menjadi 0,6508 dolar AS.

Baca juga: Wall Street perpanjang reli, didukung oleh saham teknologi
Baca juga: Emas naik ditopang ekspektasi kenaikan suku bunga segera berhenti
Baca juga: Harga minyak di Asia naik, pasar fokus permintaan China dan prospek AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023