Batam (ANTARA) - Pada pagi buta, Laili sudah bangun dari tidurnya. Dia langsung bergegas menghabiskan makanan yang sudah disiapkan istrinya sejak tadi malam.
Setelah semua beres, Laili beranjak meninggalkan rumahnya yang berada di Pulau Belakangpadang, Kota Batam, menuju pelabuhan untuk memanaskan mesin kapal pancung 4 PK (Paard Kracht) miliknya, sebelum menuju ke kelong untuk mencari ikan dingkis.
Menjelang Imlek, banyak penduduk pulau di Belakangpadang mendadak beralih profesi menjadi nelayan untuk mencari ikan dingkis. Dari yang awalnya adalah guru ngaji, seperti Laili, menjelang Imlek ini dia beralih menjadi nelayan untuk mendapatkan cuan.
Ikan dingkis memang menjadi harta karun bagi masyarakat pulau menjelang Imlek. Bagaimana tidak, harganya bisa melonjak 10 kali lipat lebih. Bila pada hari-hari biasa harga ikan dingkis hanya Rp30 ribu per Kg, menjelang Imlek, bisa mencapai Rp400 ribu hingga Rp 500 ribu per Kg.
“Pernah dalam sehari aja kami dapat puluhan juta,” kata Laili, saat berbincang dengan ANTARA.
Dari pengalaman dia dan masyarakat setempat, ikan dingkis ini memang lebih spesial menjelang Imlek. Percaya atau tidak, ikan dingkis ini hanya bertelur menjelang Imlek. Selepas itu tidak pernah lagi ditemukan ikan dingkis yang bertelur. Selain itu, masyarakat percaya bahwa menjelang Imlek ini bau ikan tersebut juga tidak terasa amis.
"Coba saja kalau hari biasa, tidak banyak yang suka, karena amis,” ucap Laili.
Tak heran bila kemudian masyarakat Tionghoa yang ada di pesisir Malaka percaya, mengonsumsi ikan ini saat Imlek akan membawa keberuntungan. Itu pulalah yang membuat harga ikan dingkis ini melonjak tinggi.
Apalagi, ikan dingkis yang berasal dari Belakangpadang ini menjadi yang paling diminati oleh orang-orang Singapura. Kata Laili, orang Singapura bisa membedakan mana yang ikan dingkis dari Belakangpadang dengan ikan dingkis hasil tangkapan dari daerah lain.
"Rezeki orang-orang Melayu di sinilah kalau lagi Imlek, mencari ikan dingkis,” kata dia, sambil mencium ikan tersebut.
Sayangnya pada tahun ini, harga ikan dingkis sedikit menurun karena kualitasnya ikan dingkis kurang bagus. Telur ikan dingkis di tahun ini tidak banyak dan tidak gemuk dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Saat ini harga ikan dingkis hanya sekitar Rp100 ribu sampai Rp300 ribu per Kg.
Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus mengecek ikan dingkis di kelong, untuk memilah ikan dingkis yang akan dijual. Karena tidak hanya ikan dingkis saja yang masuk ke kelong, tapi banyak jenis.
Karena itu, jenis ikan yang lain tak diambil, kecuali hanya ikan dingkis.
Selain mengandalkan usaha secara fisik, masyarakat juga mengadakan doa selamat yang disampaikan kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar bisa mendapatkan ikan dingkis serta terhindar dari malapetaka.
Usai doa selamat, mulailah nelayan turun berjaga di kelong-kelong yang telah terpasang jaring. Sedari subuh hingga esok hari mereka terus berjaga. Sebab musim dingkis juga rentan pencurian ikan.
Panas, hujan, dingin malam dirasakan di atas kapal pancung yang ukurannya tidak lebih besar dari badan para nelayan itu. Tapi semua itu tak menjadi soal demi mendapatkan si ikan dingkis, makanan primadona saat Imlek.
Tak jarang nelayan sudah berjaga selepas magrib. Lalu, esok harinya tidak ada ikan yang terjaring. Namun sekalinya terjaring, bisa sampai berkilo-kilogram.
Demi memastikan adanya ikan, terkadang nelayan harus menyelam untuk melihat langsung keadaan jaring yang dilepas. Begitu diketahui ikan telah banyak, barulah jaring diangkat kemudian dipanen.
Dijual ke Singapura
Sembari memilah ikan dingkis, satu kapal pancung mendekat untuk menanyakan hasil dari para nelayan.
“Ada kah?” ujar Yusri, orang yang mengumpulkan ikan dingkis untuk dijual lagi ke tengkulak, bertanya kepada Laili.
Yusri mengaku setiap hari berjalan mengelilingi kelong-kelong milik nelayan di Belakangpadang untuk mengumpulkan hasil tangkapan nelayan yang kemudian dia jual lagi ke tengkulak dengan harga yang berbeda.
Dia sudah belasan tahun menjalankan profesi ini, dan sudah merasakan manisnya hasil dari penjualan dingkis, meski tahun ini harga ikan dingkis mengalami penurunan.
“Bisa ditabung untuk setahun lah, uangnya,” kata dia, seraya tertawa.
Berkah ikan dingkis itu juga dirasakan tengkulak besar di wilayah Belakangpadang, Riyal yang setiap hari menjual ikan dingkis yang sudah dikumpulkan dari nelayan-nelayan ke Singapura. Sampai saat ini, Riyal sudah mengirimkan 20 ton ikan dingkis ke Singapura.
Meski harga sedang turun, dia masih tetap optimistis menjelang hari perayaan Imlek harganya bisa naik, karena penjualan ikan dingkis akan berakhir setelah perayaan Imlek.
Miliaran Rupiah
Meskipun tidak ada yang akurat karena hanya bersifat musiman di saat Imlek, perputaran uang dari hasil penjualan ikan dingkis ini diyakini mencapai miliaran Rupiah.
Camat Belakangpadang Yudi Atmadji mengakui bahwa mengaku tidak memiliki data yang akurat, hanya saja dia juga yakin bahwa ada miliaran rupiah yang bisa di dapatkan oleh nelayan yang mencari ikan dingkis.
"Satu kelong kecil saja, bisa menghasilkan belasan hingga puluhan juta. Apalagi kelong besar," ucapnya.
Imlek menjadi sebuah berkah bagi masyarakat Belakangpadang. Sebab, semakin mendekati Imlek, harga dingkis semakin naik.
Biasanya setiap malam, tauke-tauke dingkis berkumpul di Belakangpadang. Sebab, pengiriman dingkis ini di malam hari. Saat pengiriman itu, sudah ada petugas dari Imigrasi, Karantina dan Bea Cukai.
Setelah dokumen pengiriman selesai. Ikan dingkis tersebut dikirimkan ke Singapura, melalui Belakangpadang.
"Benar-benar berkah untuk masyarakat kami. Hasil ikan dingkis ini kadang untuk modal, kebutuhan sehari-hari, menyekolahkan anak. Bahkan jika dapat banyak, mereka bisa umrah dari dingkis ini," kata Yudi.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023