Dua ekonomi terbesar di dunia membutuhkan lebih banyak minyak mentah

Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Jumat sore, bersiap untuk kenaikan mingguan kedua berturut-turut, sebagian besar didorong oleh cerahnya prospek ekonomi China yang akan meningkatkan permintaan bahan bakar di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret terangkat 26 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 86,42 dolar AS per barel pada pukul 06.55 GMT. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 43 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 80,76 dolar AS per barel.

Kedua harga acuan minyak ditutup 1,0 persen lebih tinggi pada Kamis (19/1/2023), mendekati level penutupan tertinggi sejak 1 Desember.

Baca juga: Minyak naik di Asia didorong harapan Fed perlambat kenaikan suku bunga

Permintaan minyak China pada November naik ke level tertinggi sejak Februari, data dari Joint Organizations Data Initiative menunjukkan pada Kamis (19/1/2023). OPEC mengatakan pada Selasa (17/1/2023) bahwa permintaan minyak China akan pulih tahun ini karena pelonggaran pembatasan COVID-19 negara itu dan mendorong pertumbuhan global.

Harga minyak juga didukung oleh harapan bahwa bank sentral AS akan segera mengakhiri siklus pengetatannya.

Presiden Federal Reserve New York John Williams mengatakan pada Kamis (19/1/2023) bahwa bank sentral AS melihat tanda-tanda tekanan inflasi mereda dari tingkat yang terik.

"Dua ekonomi terbesar di dunia membutuhkan lebih banyak minyak mentah. Pasar minyak telah turun karena kekhawatiran resesi global, tetapi masih menunjukkan tanda-tanda akan tetap ketat untuk beberapa waktu lagi," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Juga memperluas dukungan untuk harga adalah indeks dolar yang lebih lemah, yang menuju penurunan mingguan kedua berturut-turut. Dolar yang lebih lemah membuat minyak mentah yang dihargai dalam mata uang AS, lebih murah bagi pembeli asing.

"Pedagang minyak berpotensi membeli (pada saat) penurunan sekarang, di tengah optimisme seputar China dan Amerika Serikat," kata Tina Teng, analis CMC Markets.

Menurut sebagian besar ekonom dalam jajak pendapat Reuters, Fed akan mengakhiri siklus pengetatannya setelah kenaikan 25 basis poin pada masing-masing dari dua pertemuan kebijakan berikutnya, dan kemungkinan akan mempertahankan suku bunga stabil setidaknya untuk sisa tahun ini.

Sejumlah pejabat Fed lainnya telah menyatakan dukungan untuk penurunan laju kenaikan suku bunga.

Sebuah rebound dalam ekonomi China dan perjuangan industri minyak Rusia di bawah sanksi dapat memperketat pasar energi pada tahun 2023, kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengatakan pada Kamis (19/1/2023).

Baca juga: Minyak naik ke level tertinggi sejak 1 Desember dipicu optimisme China
Baca juga: Harga minyak turun hampir 1 dolar, tertekan stok dan data "bearish" AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023