Anggaran tersebut bisa dikonversi untuk pembuatan sistem yang biayanya jauh lebih murah. Karena untuk membangun sebuah sistem, rumah sakit tidak harus membangun infrastrukturnyaJakarta (ANTARA) - Digitalisasi layanan kesehatan mampu menghemat biaya hingga Rp2 miliar setiap tahunnya pada rumah sakit tipe C, kata Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Setiaji.
"Anggaran tersebut bisa dikonversi untuk pembuatan sistem yang biayanya jauh lebih murah. Karena untuk membangun sebuah sistem, rumah sakit tidak harus membangun infrastrukturnya," kata Setiaji dalam webinar yang diselenggarakan Katadata dan Dell Indonesia, bertajuk Building The Healthcare Of The Future, di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, biaya untuk rekam medis non-elektronik selama ini masih cukup besar. Mulai dari biaya kertas hingga tenaga kesehatan, dimana harus melakukan pencatatan berulang kali.
Dia mengatakan, adanya digitalisasi membuat layanan kesehatan menjadi mudah mulai dari mempersingkat waktu tunggu pasien ketika melakukan pendaftaran di rumah sakit, hingga mempermudah jangkauan layanan kesehatan pasien di manapun berada.
“Dari sisi pelayanan akan lebih cepat. Kita (pihak rumah sakit) tidak perlu lagi menginput data berulangkali. Lalu, digitalisasi membuat pasien bisa langsung mendapatkan rekam medisnya atau hasil pemeriksaannya,” ujar dia.
Kendati demikian, lanjut dia, digitalisasi layanan kesehatan juga memiliki tantangan tersendiri. Rumah sakit yang sudah menjalankan digitalisasi sistem kebanyakan belum menyeluruh. Belum semua layanan di rumah sakit terkoneksi secara digital.
“Mungkin bagian depannya atau pendaftarannya saja online, tapi di belakangnya belum terhubung dengan masing-masing layanan seperti apotek, laboratorium, radiologi termasuk juga rawat inap,”kata dia.
Untuk mencapai digitalisasi pada layanan kesejagatan, lanjut Setiaji, pemerintah sudah menyiapkan regulasi. Mulai dari Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) hingga UU tentang Kesehatan, yang nantinya akan dijadikan omnibus dengan aturan-aturan pendukung lainnya.
Presiden Direktur Mayapada Hospital, Grace Tahir mengatakan rumah sakit di Indonesia harus merujuk kepada sistem berlandaskan digitalisasi, terutama rekam medis pasien.
Saat ini, kata dia, rumah sakitnya sedang bertransformasi untuk menjadi rumah sakit pintar atau smart hospital. Namun pada akhirnya, lanjut dia, yang harus dikerjakan rumah sakit atau layanan kesehatan harus kembali pada pengalaman pasien.
“Apapun yang kita kerjakan itu adalah untuk memberikan pengalaman pada pasien tersebut. Bahkan beberapa pengalaman dari rumah sakit kita punya tagline adalah experience better care. Untuk kami, hal yang paling penting adalah pasiennya,” kata Grace.
Baca juga: Zoom bantu wujudkan layanan kesehatan digital yang terdesentralisasi
Baca juga: BPJS Kesehatan: Digitalisasi layanan pangkas antrean maksimal 60 menit
Baca juga: BPJS Kesehatan perkuat kolaborasi digitalisasi layanan
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023