Jakarta (ANTARA News) - Rapat Konsultasi DPR berlangsung Jumat siang membahas sikap resmi DPR RI berkaitan dengan status hukum mantan Presiden Soeharto.Informasi yang dihimpun dari kalangan DPR, Jumat menyebutkan, rapat konsultasi diikuti pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi. Rapat konsultasi ini juga merupakan tindak lanjut pertemuan konsultasi pimpinan-pimpinan lembaga tinggi negara, presiden, DPR, MPR, DPD, BPK, MK dan MA pada Rabu (10/5) malam.Ketua DPR Agung Laksono menjelaskan, pertemuan tersebut belum mengambil keputusan, namun baru mendengarkan pandangan dari pimpinan lembaga tinggi negara.Namun ada sinyal kemauan pemerintah untuk mengambil sikap tentang status hukum Pak Harto.Sejumlah pegiat LSM, Jumat siang akan menyatakan sikap penolakan atas rencana pemerintah menghentikan perkara hukum Pak Harto.Meski ada yang menyatakan keberatan atas rencana itu, pimpinan dan anggota-anggota DPR telah menyatakan pendapatnya yang mendukung rencana tersebut.Ketua Fraksi Partai Bintang Pelopor Demokrasi (BPD) MPR yang juga anggota Komisi III (bidang hukum) DPR RI Nur Syamsi Nurlan mendukung rencana pemerintah menghentikan perkara hukum mantan Presiden Soeharto dan menilai pemerintah bertindak bijak apabila memberi abolisi kepada orang terkuat yang memimpin pemerintahan selama 32 tahun pada era Orde Baru itu."Justru merupakan pelanggaran HAM dan pelanggaran konvensi internasional apabila tetap melanjutkan proses hukum karena Pak Harto sudah sangat tua dan kondisi kesehatannya tidak mendukung bagi terwujudnya proses peradilan," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta. Dia mengatakan, pemberian abolisi tepat bagi Pak Harto karena proses hukum pernah dijalani Pak Harto, walaupun tidak dapat hadir di pengadilan karena alasan kesehatan. Artinya, proses peradilan sudah pernah berlangsung meski kemudian proses itu terhenti. Mengingat perkaranya sudah pernah diproses di tingkat pengadilan, Pemerintah (Presiden) berdasarkan Pasal 14 UUD Ayat (2) UUD 1945 berhak memberi abolisi atau amnesti. "Berdasarkan UUD 1945 yang bisa diberikan abolisi, grasi atau amnesti. Saya cenderung abolisi, bukan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) karena perkaranya sudah sampai tingkat pengadilan. SP3 itu apabila perkaranya masih ditangani penyidik kepolisian atau kejaksaan," katanya. Mengenai Tap MPR No.XI/1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bebas KKN yang didalamnya memerintahkan pengusutan KKN yang dilakukan Pak Harto beserta kroni-kroninya, Nur Syamsi Nurlan berpendapat, Tap MPR itu telah dilaksanakan meski masih ada kekurangan dalam pelaksanaannya. Inti perintah Tap MPR No.XI/1998 berbunyi "Upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan HAM".(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006