Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) sebesar 25 basis poin menjadi lima persen diperkirakan tidak akan mempengaruhi kondisi moneter Indonesia, karena tingkat suku bunga dalam rupiah masih menarik.
"Kenaikan suku bunga di AS tidak bakal mempengaruhi posisi rupiah terhadap dolar AS, karena suku bunga dalam rupiah masih atraktif. Artinya rupiah relatif tidak akan terkoreksi," kata pengamat perbankan Ryan Kiryanto, di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, kenaikan Fed Fund Rate itu merupakan respon The Fed untuk mempercepat pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan menjaga posisi dolar AS di pasar global. "Hal itu sudah diperkirakan dan diantisipasi para pelaku pasar sehingga tidak akan mengejutkan," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, turunnya suku bunga BI (BI rate) 25 basis poin lalu sungguh tepat dan sudah di antisipasi terhadap kemungkinan turunnya suku bunga di AS, karena di dalamnya terkandung langkah yang hati-hati.
Ryan mengatakan dengan kondisi seperti ini, suku bunga BI masih berpotensi untuk turun, sejauh tingkat inflasi bulanan dapat turun secara berkelanjutan, sehingga kondisi ekonomi berpeluang membaik di awal semester dua 2006.
Seperti yang telah diperkirakan pelaku pasar sebelumnya, Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/ FOMC) Bank Sentral AS yang bertemu pada Rabu lalu (10/5) akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin menjadi 5 persen.
Gubernur Bank Sentral AS, Ben Bernanke, tampaknya sedang bergumul dengan pesan yang akan disampaikan ke pasar, sebab kenaikan suku bunga yang sudah ke-16 kalinya sejak 2004 sudah hampir mendekati titik jenuh. (*)
Copyright © ANTARA 2006