Sleman (ANTARA) - Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian drh Makmun menyebutkan bahwa saat ini ada dua penyakit yang berpotensi mengganggu produktivitas ternak yakni penyakit mulut dan kuku (PMK) serta "Lumpy Skin Disease" (LSD).
"Dua penyakit yang dapat menyerang hewan ternak ini berpotensi mengganggu produktivitas ternak jika tidak ditangani dengan baik dan benar," kata drh Makmum saat peluncuran vaksinasi perdana LSD di Sleman, Rabu.
Menurut dia, pihaknya mengapresiasi Kabupaten Sleman karena telah melakukan "kick off" atau meluncurkan vaksinasi LSD pertama kali.
Ia berharap wujud proaktif Pemerintah Kabupaten Sleman ini dapat dilaksanakan di daerah lain dalam rangka menekan penyebaran virus LSD.
"Saya mengapresiasi Kabupaten Sleman dengan acara ini telah melakukan 'kick off' atau 'launching' vaksin LSD pertama dan merupakan wujud proaktif pemerintah untuk mencegah LSD," katanya.
Ia juga berharap vaksinasi ini dapat dilaksanakan dengan baik dan pada 2023 seluruh populasi sapi dan kerbau di Indonesia akan disiapkan vaksin serta biaya operasionalnya untuk mengendalikan kedua penyakit tersebut baik PMK maupun LSD.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Suparmono mengatakan kasus penyakit LSD pertama di Sleman ditemukan oleh petugas dokter hewan di wilayah kerja Puskeswan Mlati pada 22 Desember 2022.
"Gejala klinis yang ditemukan berupa benjolan pada kulit sapi yang dicurigai sebagai suspek penyakit LSD," katanya.
Ia mengatakan, Lumpy Skin Disease merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh capripox virus yang termasuk family poxviridae yang juga dikenal dengan nama Neethling Virus.
Sampai saat ini penyakit LSD ini hanya menyerang ternak sapi dan kerbau yang sering dihubungkan dengan wabah penyakit cacar pada ternak domba (Sheep pox).
"Tanda-tanda klinis yang ditunjukkan antara lain, timbulnya benjol-benjol pada kulit sekitar leher dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Benjolan tersebut menimbulkan gatal-gatal dan membuat sapi gelisah, kurang nafsu makan dan suhu badan meningkat (demam), dengan masa inkubasi 28 hari," katanya.
Menurut dia, penyebaran LSD dapat terjadi karena kontak langsung hewan yang sakit, atau lewat makanan dan minuman yang tercemar penyakit bahkan dipercaya bahwa kondisi penyebaran penyakit diperparah dengan hadirnya transmisi dari vektor pembawa penyakit seperti nyamuk (Culicoides), lalat (Stomoxys sp), dan caplak (Riphicephalus sp).
"LSD ini tidak menular kepada manusia. Virus penyebab LSD dapat ditemukan pada darah hewan terkena dalam kurun waktu tiga minggu setelah infeksi bahkan juga dapat ditemui pada semen hewan jantan enam minggu setelah infeksi," katanya.
Suparmono mengatakan pada kasus LSD di lapangan walaupun tingkat kematian atau mortalitas di bawah 10 persen, namun sering dilaporkan tingkat kesakitan atau morbiditas dapat mencapai 45 persen.
"Dampak yang ditimbulkan LSD adalah penurunan produksi susu yang signifikan, penurunan berat badan, infertilitas, sterilitas pada sapi pejantan bibit, keguguran dan kerusakan kulit permanen sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar," katanya.
Baca juga: Membendung penyakit LSD pada sapi
Baca juga: Australia siapkan Rp51,9 miliar untuk dukung Indonesia perangi PMK
Baca juga: Jawa Timur cegah penyakit LSD pada hewan ternak
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023