Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memfokuskan diri untuk memperkuat kegiatan audit kasus stunting pada 2023 guna menelusuri penyebab pasti stunting yang diderita anak bangsa.
“Di tahun yang masih awal kita bertekad untuk mengerjakan kegiatan ini lebih dini, sehingga penyerapan anggaran bagus dan kasus ditemukan dengan lebih dini, kemudian bisa diatasi dengan lebih cepat,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Kick Off Audit Kasus Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan amanat terkait dengan audit kasus stunting, telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 melalui RAN PASTI. Audit yang akan dilakukan merupakan audit klinis yang dilakukan oleh tim audit beserta Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS).
Setelah menelusuri dan memetakan kasus yang sulit diselesaikan, tim akan memberikan laporan kepada para ahli untuk mendapatkan suatu rekomendasi pengentasan stunting yang sesuai baik melalui intervensi sensitif atau spesifik.
Misalnya jika stunting pada seorang anak diketahui merupakan akibat dari Tuberkulosis (TBC), maka ahli yang akan memberikan rekomendasi adalah dokter atau Dinas Kesehatan dan puskesmas.
Di sisi lain, balita dan keluarga yang berisiko stunting akan mendapatkan pendampingan dari Tim Pendamping Keluarga (TPK) sebagai bentuk intervensi sensitif.
Baca juga: BKKBN minta daerah serap BOKB 2023 optimal, turunkan stunting
Hasto mencontohkan jika hasil audit menunjukkan anak menjadi stunting karena rumah yang kumuh, maka tim akan mendata untuk bisa didaftarkan ke Pekerja Umum (PU) untuk mendapatkan bantuan.
Pemberian rekomendasi serta konsultasi para ahli, nantinya juga terus dikoordinasikan dengan pemerintah daerah beserta Kementerian Kesehatan.
“Masalah klinis ini mungkin sudah bukan kewenangan TPPS lagi. Tapi dari Kemenkes, Dinkes dan provider. Oleh karena itu, sebagai jembatan penghubung antara mana kasus yang harus segera ditangani klinis, faktor spesifiknya harus ditemukan dalam kasus melalui proses TPPS. Ini mendorong kasus yang sulit dilaporkan disampaikan pada tim audit kasus stunting,” katanya.
Ia menilai audit kasus stunting yang bersifat medik dan klinis itu, sudah jelas fungsi dan arah tujuannya. Selain untuk mendorong kesadaran untuk mengenali stunting, audit juga berguna untuk menjadi referensi penanganan stunting di masa depan.
Hasto juga mengakui jika audit kasus stunting baru dimulai sejak April 2022. Oleh karenanya, diketahui masih banyak daerah yang belum melakukannya.
Ia turut menyebutkan sejumlah daerah yang sudah melakukan audit kasus stunting, telah menyerap anggaran dengan baik, seperti D.I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Maluku Utara, DKI Jakarta, Gorontalo, dan Riau.
Daerah yang belum melakukan penyerapan untuk audit kasus stunting di bawah 50 persen adalah Sulawesi Barat, Jambi, Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Bali, Aceh, Banten, Sumatera Utara, dan NTT.
“Dengan audit kasus stunting ini, semoga berkontribusi besar terhadap penurunan stunting di Indonesia dan semakin banyak underlying problem dan underlyned disease yang ditemukan sehingga kita bisa mengatasi lebih ke hulu lagi,” katanya.
Baca juga: BKKBN: Sebagian dana BOKB Jateng difokuskan untuk turunkan stunting
Baca juga: Presiden berpesan bayi tidak diberi bubur instan untuk cegah stunting
Baca juga: BKKBN: Penurunan stunting persiapkan RI hadapi bonus demografi
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023