Sebuah studi baru membantu para peneliti mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang siklus karbon terestrial dalam ekosistem, kata He Jinsheng, pemimpin studi itu sekaligus profesor di Universitas Lanzhou.
Respirasi tanah menyumbang fluks karbon terbesar kedua antara atmosfer dan ekosistem terestrial. Studi tersebut mengusulkan sejumlah protokol pengukuran baru untuk meningkatkan akurasi perkiraan fluks karbon antara atmosfer dan ekosistem terestrial, serta membantu mengevaluasi kesehatan tanah, tambahnya.
Tim peneliti tersebut melakukan eksperimen lapangan dari 2017 hingga 2019 di padang rumput pegunungan di Prefektur Otonom Etnis Tibet Haibei di Provinsi Qinghai, China barat laut.
Para peneliti mengevaluasi penyebaran "kerah tanah" (soil collar) jangka pendek dan jangka panjang untuk menilai efek metodologis pada respirasi tanah di padang rumput tersebut.
"Kerah tanah" merupakan bagian pendek pipa PVC dengan satu ujung miring yang dimasukkan ke dalam tanah yang menciptakan segel kedap udara antara tanah dan ruang pengambilan sampel, menurut He.
Para peneliti menemukan bahwa kepadatan massa tanah yang lebih tinggi dikombinasikan dengan akar yang lebih rendah dan biomassa mikroba di dalam collar yang dipasang dalam jangka panjang dapat menjelaskan penurunan respirasi tanah dan sensitivitas suhu.
Hasil studi tersebut telah dipublikasikan secara daring di jurnal Methods in Ecology and Evolution.
Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2023