Jakarta (ANTARA News) - Bagi ekonom Umar Juoro, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak belum memberikan yang terbaik dalam menunaikan kewajibannya sebagai institusi pemungut pajak.


“Karena rasio pajak di Indonesia masih rendah. Masih pada angka sekitar 12,5 persen," kata Ketua Dewan Direktur Center Indonesia for Development and Studies (CIDES) ini memberikan alasan.


Rasio rendah ini dia bandingkan dengan rasio serupa di negara-negara lain yang disebutnya sudah pada angka paling tidak 15-16 persen. "Tetapi kalau saya lihat, dunia perpajakan sudah berusaha sebaik mungkin," sambungnya memberi apresiasi atas apa yang telah dilakukan Ditjen Pajak selama ini.


Pun dalam soal efektivitas pajak untuk kemajuan nasional Indonesia, Umar berusaha berpandangan seimbang. Di satu sisi, dia memberi sejumlah catatan, namun di sisi lainnya dia mengakui dampak dan kontribusi positif upaya-upaya Ditjen Pajak selama ini bagi kemajuan nasional Indonesia.


“Kalau dibilang tepat mungkin belum sepenuhnya ya, karena masih banyak kekurangannya,” kata Umar. Dan dia tidak melihat itu melulu karena faktor internal institusi pengumpul pajak, melainkan juga dari kesadaran masyarakat sendiri dan wajib pajak dalam membayar pajak.


Umar melihat masalah yang sering terjadi sekarang ini adalah rendahnya kesadaran para wajib pajak. "Banyak dari mereka yang mangkir pajak seperti jumlah tagihan pajak Rp 10 juta, tapi yang dibayarkan hanya kurang dari itu. Itu masih sering terjadi," katanya memberi tekanan.


Kebiasaan buruk dari sebagian wajib pajak ini berkorespondensi dengan merebaknya pesimisme masyarakat dalam melihat efektivitas distribusi dan alokasi pajak.


Umar menilai banyak kalangan masyarakat yang masih pesimistis pada asumsi bahwa membayar pajak bisa memajukan kehidupan rakyat Indonesia. Ketika membayar pajak, rakyat berharap dana pajak yang mereka bayarkan serta merta diikuti oleh perbaikan pelayanan publik dan birokrasi.


"Tapi seperti yang kita lihat dari berbagai survei yang dilakukan, tingkat pelayanan birokrasi dan infrastruktur untuk masyarakat malah terbilang rendah," katanya. Keadaan ini jelas tidak mendorong masyarakat untuk taat membayar pajak. "Kalau tidak ada peningkatan kan jadinya orang malas membayar pajak. Itu salah satu sebabnya, karena masyarakat juga menginginkan timbal balik yang setimpal,” terang Umar.


Kendati begitu Umar mengakui memperbaiki keadaan ini memang sulit dan penuh tantangan. Menurutnya, sulit menerapkan bagaimana seharusnya pelayanan pajak yang baik dan benar itu.


Dalam kaitan itu, Umar melihat pemerintah semestinya mengambil banyak inisiatif guna mengatasi persoalan ini, diantaranya membangkitkan kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak dengan menggencarkan sosialisasi perpajakan.


"Mungkin bisa diterapkan pada kasus seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melanggar hukum. Itu bisa menjadi salah satu upaya,” kata Umar.


Dia juga berharap, pada masa berikutnya, pemerintah bisa menurunkan tarif pajak pendapatan pribadi dan individu menjadi lebih rendah lagi, dari tadinya 30 persen menjadi 25-20 persen. "Tapi itu lebih diefektifkan sehingga lebih terasa manfaatnya dan besarannya," tambahnya.


Umar memandang adalah lebih baik mengenalkan rasio besaran pajak yang lebih rendah namun membuat bisa membuat lebih banyak orang untuk taat membayar pajak ketimbang rasio pajak yang tinggi namun hanya sedikit yang membayar pajak.


“Salah satu hal yang membuat orang tidak membayar pajak adalah karena merasa terbebani oleh pajak,” kata Umar.


Selain penurunan pajak pribadi dan individu, upaya lain yang bisa ditempuh adalah mengurangi tarif rasio pajak untuk badan atau institusi, dari tadinya 25 persen menjadi 20 persen. Namun, Umar melihat tidak ada jaminan bahwa efektivitas inisiatif ini bakal mulus.


Jika pemerintah dan pembuat kebijakan bisa memesankan kepada masyarakat bahwa membayar pajak itu tidak memberatkan, apalagi dianggap beban, maka akan lebih banyak lagi orang yang menaati kewajibannya membayar pajak kepada negara.


"Intinya yang harus diperbaiki pemerintah adalah mengefektifkan para wajib pajaknya," tegas Umar. Apalagi, seperti banyak diketahui, 80 persen pendapatan negara diperoleh dari pajak.


Di atas itu semua, Umar Juoro melihat lembaga pemungut pajak, yaitu Ditjen Pajak, telah banyak berusaha untuk membuat wajib pajak taat pada kewajibannya, membayar pajak.


Umar juga menilai aparat pajak sudah melakukan dan menerapkan cara yang benar, asal tidak disalahgunakan para wajib pajak.


"Kuncinya hanya satu kok, tergantung dari para wajib pajaknya. Jika sudah efektif pasti semua berjalan lancar dan mungkin rasio pajak kita bisa mencapai angka 15-16 persen,” tutup Umar Juoro.


Narasumber: Umar Juoro, Ketua Dewan Direktur Center Indonesia for Development and Studies (CIDES)


Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2012