New York (ANTARA) - Harga minyak berakhir lebih tinggi pada Selasa (Rabu pagi WIB), dalam perdagangan yang berfluktuasi setelah China membukukan data pertumbuhan ekonomi tahunan yang lemah tetapi mengalahkan ekspektasi dan di tengah harapan bahwa perubahan baru-baru ini dalam kebijakan COVID-19 akan meningkatkan permintaan bahan bakar.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret ditutup naik 1,46 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi 85,92 dolar AS per barel.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Februari terangkat 32 sen atau 0,4 persen, menjadi menetap di 80,18 dolar AS per barel. Tidak ada penyelesaian pada Senin (16/1/2023) karena hari libur umum AS untuk Hari Martin Luther King.
Produk domestik bruto China meningkat 3,0 persen pada 2022, meleset dari target resmi "sekitar 5,5 persen" dan menandai kinerja terburuk kedua sejak 1976. Tetapi data tersebut masih mengalahkan perkiraan para analis setelah China membatalkan kebijakan nol-COVID pada Desember.
"China membuat yang terbaik dari data ekonomi mereka, dan adil untuk mengatakan itu bisa menjadi lebih buruk," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.
Namun, manufaktur negara bagian New York mengalami kontraksi tajam pada Januari karena pesanan jatuh dan pertumbuhan lapangan kerja terhenti, dan sedikit perbaikan diharapkan selama enam bulan ke depan, menurut survei Federal Reserve pada Selasa (17/1/2023).
"Pertanyaannya adalah bagaimana Federal Reserve menanggapi kinerja ekonomi yang beragam," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Minyak didukung oleh dolar AS yang lebih lemah, yang jatuh terhadap sebagian besar mata uang utama pada Selasa (17/1/2023) karena ekspektasi kemungkinan perubahan kebijakan Bank Sentral Jepang yang dapat menjadi pendahulu untuk mengadopsi kebijakan moneter yang lebih ketat.
Pelemahan dolar membuat minyak berdenominasi greenback lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Data yang dirilis pada Selasa (17/1/2023) menunjukkan produksi kilang-kilang minyak China pada 2022 telah turun 3,4 persen dari tahun sebelumnya untuk penurunan tahunan pertama sejak 2001, meskipun produksi minyak harian Desember naik ke level tertinggi kedua di tahun 2022.
"Impor minyak mentah negara itu naik 4,0 persen pada Desember dan dorongan permintaan yang cukup besar untuk bahan bakar transportasi ... diantisipasi saat Tahun Baru Imlek dimulai pada Minggu," kata analis PVM, Tamas Varga.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan dalam laporan bulanan bahwa permintaan minyak China akan tumbuh 510.000 barel per hari tahun ini, sementara perkiraan pertumbuhan permintaan global 2023 tidak berubah pada 2,22 juta barel per hari.
Sebuah laporan bulanan dari Badan Energi Internasional (IEA) pada Rabu akan menjelaskan kekuatan permintaan minyak sementara kekhawatiran resesi membayangi.
Dalam sebuah survei yang dirilis pada Forum Ekonomi Dunia tahunan di Davos, dua pertiga ekonom sektor swasta dan publik memperkirakan resesi global tahun ini.
Survei tentang pandangan para kepala eksekutif (CEO) oleh PwC adalah yang paling suram sejak jajak pendapat tersebut diluncurkan satu dekade lalu.
Baca juga: Harga minyak beragam di Asia, Brent naik tipis saat data China melemah
Baca juga: Minyak jatuh, tapi masih di tertinggi bulan ini karena pemulihan China
Baca juga: Harga minyak tergelincir di Asia, pasar kekhawatiran resesi global
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023