Keluarga korban kecewa dan berharap majelis hakim dapat memberikan vonis maksimal.
Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat (Brigadir J) berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis maksimal kepada Ferdy Sambo usai jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutannya.
Tim kuasa hukum keluarga Brigadir J Martin Lukas Simanjuntak, Selasa, mengatakan pihaknya kecewa dengan tuntutan seumur hidup yang dijatuhkan JPU kepada mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri tersebut.
“Dalam hal tuntutan pidana penjara seumur hidup kepada terdakwa Ferdy Sambo, keluarga korban kecewa dan berharap majelis hakim yang mengadili perkara pada saat memutuskan perkara dapat memberikan vonis maksimal,” kata Martin.
Menurut Martin, terdakwa Ferdy Sambo layak mendapatkan hukuman maksimal, karena kejahatan yang dilakukannya, serta perannya dalam kasus pembunuhan Brigadir J sebagai aktor intelektual.
Ia pun sependapat dengan pembacaan surat tuntutan dari JPU kepada Ferdy Sambo yang menyimpulkan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diatur dalam Pasal 340 juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
“Bagi setiap terdakwa yang menjadi aktor intelektual dan pelaku utama yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat,” ujarnya.
Bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, JPU membacakan tuntutannya kepada Ferdy Sambo atas dua perkara yang dijalaninya, yakni pembunuhan berencana Brigadir J serta perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Dalam tuntutannya, JPU menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan tindak pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan primer Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan telah terbukti secara sah melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja secara bersama-sama sebagaimana mestinya melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai mana dakwaan kesatu primair dan dakwaan kedua primair.
JPU menjatuhkan pidana penjara seumur hidup dan menjalani tahanan sementara dengan perintah terdakwa Ferdy Sambo tetap ditahan.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarif Sulaiman Nahdi menjelaskan, JPU menuntut Ferdy Sambo pidana seumur hidup untuk kedua perkara yang didakwakan kepadanya.
“Tuntutan itu untuk kedua perkara yang dimaksud, jadi sistemnya bukan ditambah (hukumannya), tetapi diambil yang paling tinggi ancamannya, yaitu Pasal 340,” kata Syarif.
Banyak hal yang memberatkan Ferdy Sambo, JPU tidak melihat hal yang meringankan terhadap terdakwa.
Menurut JPU, perbuatan Ferdy Sambo yang menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, sehingga menyebabkan duka yang mendalam bagi keluarga korban, serta Ferdy Sambo yang berbelit-belit, tidak mengakui, dan tidak menyesali perbuatan-perbuatannya dalam memberikan keterangan di depan persidangan.
Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat. Selain itu, jaksa menilai perbuatan Ferdy Sambo telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat dan dunia internasional.
Jaksa menilai Sambo tidak sepantasnya melakukan perbuatan tersebut dalam kedudukan sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri.
“Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyak anggota Polri lainnya turut terlibat,” kata jaksa penuntut umum Rudy Irmawan saat membacakan tuntutan.
Sebagaimana diketahui, selama ini Ferdy Sambo didakwa dalam dua perkara yakni pembunuhan berencana Brigadir J serta obstruction of justice.
Baca juga: Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup
Baca juga: Jaksa nyatakan tak ada alasan untuk meringankan hukuman Ferdy Sambo
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023