Kuncinya adalah ekonomi sirkular yang terkait dengan bagaimana agar sampah tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir. Ujungnya nanti menjadi zero waste dan zero emission.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong kalangan pelaku usaha untuk melakukan industrialisasi pengelolaan sampah serta penerapan ekonomi sirkular.
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati hal itu sebagai strategi untuk mewujudkan komitmen KLHK guna semakin menggencarkan ekonomi sirkular dan capai target zero waste pada 2050.
"Kuncinya adalah ekonomi sirkular yang terkait dengan bagaimana agar sampah tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir. Ujungnya nanti menjadi zero waste dan zero emission," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: KLHK perkuat kolaborasi selesaikan isu sampah dari hulu hingga hilir
Berdasarkan data Ditjen PSLB3 pada 2022, KLHK mencatat sebanyak 64 persen timbulan sampah telah berhasil dikelola dari total 68,5 juta ton sampah nasional. Dari total 68,5 juta ton sampah nasional, tercatat komposisi sampah yang paling dominan adalah sisa makanan, plastik, dan kertas.
Sampah botol plastik kemasan dan plastik, lanjut Rosa Vivien, memang sudah sedemikian lama menjadi persoalan.
Sebelumnya, KLHK melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 mencetuskan Peta Jalan pengurangan sampah oleh produsen dengan menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada 2030.
“Permen LHK No. 75/2019 ini merupakan upaya pemerintah menekan volume sampah di Indonesia,” katanya.
Target pengurangan tersebut dilakukan dengan, antara lain mendorong produsen AMDK mengubah desain produk berbentuk mini menjadi lebih besar (Size up) hingga ke ukuran 1 liter, untuk mempermudah pengelolaan sampahnya.
Baca juga: Menteri LHK sebut TOSS Center Klungkung efektif atasi masalah sampah
Selain itu produsen diminta juga untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual, saat nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR).
Menurut dia, dengan Permen LHK tersebut, pihaknya terus mendorong para pelaku usaha agar mempermudah pengelolaan sampah plastik dengan memperbesar ukuran produk (Size up), sehingga mudah dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang.
Sebelumnya lembaga Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengeluarkan laporan yang menyebutkan dari total sampah nasional per tahun, sampah plastik menguasai 5 persen atau 3,2 juta ton dari total sampah.
Dari jumlah 3,2 juta ton timbulan sampah plastik, produk AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen. Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek merupakan sampah AMDK kemasan gelas plastik.
Selain volume timbulan, AMDK plastik berukuran di bawah 1 liter seperti gelas plastik, terbukti sangat sulit untuk dikumpulkan dan tak bernilai untuk didaur ulang.
Baca juga: Pakar UGM tawarkan konsep sampah berbayar sesuai volume di Yogyakarta
SWI dalam laporannya menyebutkan tingkat daur ulang (recycle rate) sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka 7 persen, dengan jenis plastik jenis PET (yang lazim digunakan untuk kemasan AMDK botol dan galon) mencapai 75 persen tingkat daur ulang.
Jenis plastik PET adalah kemasan minuman ringan yang berkontribusi besar dalam daur ulang, mencapai 30% sampai 48% dari total penghasilan para pengumpul sampah.
Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023