Indonesia masih impor solar meskipun grafiknya makin menurunJakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menjalankan program bahan bakar nabati jenis biodiesel sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi sekaligus membawa sawit Indonesia menjadi lebih baik dan berkelanjutan.
Baca juga: Kementerian ESDM optimis B35 berdampak positif untuk ekonomi domestik
Dadan menuturkan saat mendesain program implementasi biodiesel, harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) berada pada kisaran 275 dolar AS per ton.
Nilai itu terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan sawit karena implementasi biodiesel.
"Indonesia masih impor solar meskipun grafiknya makin menurun. Ini menjadi salah satu terobosan dan bukti hasil penelitian dan pengembangan dapat diimplementasikan dan memberikan manfaat yang demikian luas,” ujar Dadan.
Selain mendorong permintaan terhadap sawit, pemerintah juga mendorong penyebaran pembangunan pabrik pengolahan minyak sawit mentah menjadi biodiesel.
Kementerian ESDM menyebutkan sekarang banyak pabrik yang didirikan untuk mengolah minyak sawit mentah menjadi biodiesel di wilayah Sumatera hingga Sulawesi.
"Saat ini kami sedang mendorong pembangunan pabrik di Papua untuk mendorong permintaan dan penyebaran di wilayah Papua,” kata Dadan.
Pada 1 Februari 2023, Indonesia mulai melaksanakan implementasi peningkatan persentase pencampuran bahan bakar nabati jenis biodiesel ke dalam bahan bakar minyak jenis minyak solar dari sebelumnya sebesar 30 persen (B30) menjadi sebesar 35 persen (B35).
Melalui program implementasi biodiesel, lanjut Dadan, Indonesia dapat mengendalikan impor solar. Pemerintah menargetkan penyaluran biodiesel mencapai 13,5 juta kiloliter atau 226 ribu barel per hari untuk implementasi program B35 pada tahun 2023.
Baca juga: Indonesia gunakan bahan bakar nabati B35 mulai 1 Februari 2023
Baca juga: BPDPKS sebut pada 2023, RI bakal terapkan BBM campur sawit 35 persen
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023