Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak dr. Titis Widowati, Sp.A(K) mengatakan diare dengan infeksi virus dari rotavirus bisa berisiko pada angka kematian yang tinggi karena bisa menyerang organ tubuh di luar saluran pencernaan yang sering kali tidak disadari.

“Sesungguhnya banyak sekali komplikasi yang di luar saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus atau rotavirus itu yang diwaspadai karena pengobatan jadi sulit dan resiko mortalitasnya tinggi,” ucap Titis dalam diskusi radio Kesehatan mengenai Mengenal Diare Rotavirus yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan rotavirus memiliki toksin yang mempunyai sifat merusak sel-sel dalam saluran cerna hingga akhirnya bisa menembus ke sirkulasi darah. Jika sudah menyebar ke sirkulasi darah, akan bisa menyerang organ tubuh lain seperti otak yang bisa menimbulkan gejala-gejala neurologi sampai infeksi meningitis dan pengurangan kesadaran.

Selain itu jika sudah menyerang paru-paru akan terjadi pneuomonia atau infeksi paru-paru, gagal ginjal hingga ke jantung yang bisa menimbulkan peradangan pada jantung hingga hepatitis.

Baca juga: Dokter : Infeksi jadi penyebab paling sering terjadi diare pada anak

Baca juga: ITAGI dukung pengadaan vaksin PCV, HPV dan Rotavirus di Indonesia

Infeksi diare karena rotavirus ini, kata Titis gejalanya hampir sama seperti diare akibat bakteri, namun lebih berat karena toksin dalam rotavirus mampu menyebabkan kejang karena bersifat neurotoksis.

Selain itu juga bisa memicu terjadinya muntah yang hebat dan pembuangan cairan yang lebih banyak yang bisa menyebabkan komplikasi dehidrasi hingga kekurangan elektrolit.

“Jadi misalnya dehidrasi dia kehilangan cairan yang banyak melalui darah atau melalui muntah itu tidak hanya air yang dikeluarkan tapi juga elektrolit dan akan ada gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan ini bisa bahaya karena akan mengganggu fungsi organ lain,” ucapnya.

Cairan elektrolit yang keluar bersama dengan diare, kata Titis, bisa berupa kalium dan natrium. Jika kadar kalium sangat rendah akan mengganggu fungsi jantung sehingga anak bisa mengalami henti jantung karena kalium berfungsi untuk memompa jantung.

Sedangkan jika kekurangan natrium, anak bisa mengalami kejang.

Titis mengatakan beberapa upaya bisa dilakukan untuk mencegah diare yaitu dengan selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dan sesudah dari kamar mandi, mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak tercemar dengan memperhatikan cara memasaknya dengan air yang bersih dan dimasak dengan benar, dan selalu menjaga kebersihan lingkungan, sumber air bersih, dan memperhatikan sarana pembuangan tinja.

Namun rotavirus mampu bertahan dalam cuaca lingkungan udara yang dingin maupun yang biasa dalam waktu cukup lama sehingga berpotensi untuk menyebar ke lingkungan dari orang ke orang. Sehingga upaya yang terbaik untuk menurunkan angka kejadian rotavirus sampai saat ini adalah dengan vaksinasi rotavirus.

“Vaksin rotavirus yang beredar saat ini ada yang monovalen ada yang pentavalen, molovalen pada usia enam minggu intervalnya untuk pemberian yang kedua adalah empat Minggu dan dia harus sudah selesai diberikan pada umur 24 Minggu, sedangkan kalau yang pentavalen itu diberikan yang pertama usia enam sampai 12 minggu kemudian pemberian berikutnya dengan interval empat minggu,” ucap Titis.

Vaksin rotavirus ini diberikan dalam bentuk tetes dan diharapkan sudah selesai diberikan pada usia 6 bulan dengan tujuan untuk mencegah infeksi rotavirus di usia muda nol sampai dua tahun.

Baca juga: Imunisasi Rotavirus dimulai dari DKI, Bali dan NTB mulai 2022

Baca juga: Pakar: Indonesia masih tertinggal dari negara berkembang soal vaksin

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023