Washington (ANTARA) - Dana Moneter Internasional (IMF) diperkirakan tidak akan menurunkan perkiraannya untuk pertumbuhan dunia 2,7 persen pada tahun ini.
Pemberi pinjaman global itu pada Kamis (12/1/2023), mencatat bahwa kekhawatiran tentang lonjakan harga minyak telah gagal terwujud dan pasar tenaga kerja tetap kuat.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan 2023 akan menjadi "tahun yang sulit" lagi bagi ekonomi global, dan inflasi tetap membandel, tetapi dia tidak memperkirakan tahun penurunan peringkat berturut-turut lagi seperti yang terlihat tahun lalu, kecuali ada perkembangan yang tidak terduga.
"Pertumbuhan terus melambat pada 2023," katanya kepada wartawan di kantor pusat IMF di Washington. "Gambaran yang lebih positif adalah ketahanan pasar tenaga kerja. Selama orang bekerja, meskipun harga tinggi, orang membelanjakan ... dan itu membantu kinerja."
Dia menambahkan bahwa IMF tidak memperkirakan sebuah penurunan peringkat yang besar. "Itu kabar baiknya."
Georgieva mengatakan IMF memperkirakan perlambatan pertumbuhan global akan mencapai posisi "terbawahnya" dan "berbalik menjelang akhir 2023 dan memasuki 2024."
Georgieva mengatakan ada banyak harapan bahwa China - yang sebelumnya menyumbang sekitar 35 persen hingga 40 persen dari pertumbuhan global, tetapi memiliki hasil yang "mengecewakan" tahun lalu - sekali lagi akan berkontribusi pada pertumbuhan global, kemungkinan mulai pertengahan 2023. Tapi itu bergantung pada Beijing yang tidak mengubah arah dan tetap berpegang pada rencananya untuk membalikkan kebijakan nol-COVID, katanya.
Dia mengatakan Amerika Serikat - ekonomi terbesar di dunia - kemungkinan besar akan mengalami soft landing, dan hanya akan mengalami resesi ringan, jika memang memasuki resesi teknis.
Tetapi Georgieva mengatakan ketidakpastian besar tetap ada, termasuk peristiwa iklim yang signifikan, serangan siber besar atau bahaya eskalasi perang Rusia di Ukraina, misalnya melalui penggunaan senjata nuklir.
"Kita sekarang berada di dunia yang lebih rentan terhadap guncangan dan kita harus berpikiran terbuka bahwa mungkin ada perubahan risiko yang bahkan tidak kita pikirkan," katanya. "Itulah inti dari tahun-tahun terakhir. Hal yang tak terpikirkan telah terjadi dua kali."
Dia mengutip kekhawatiran tentang meningkatnya kerusuhan sosial di Brazil, Peru dan negara-negara lain, dan dampak pengetatan kondisi keuangan masih belum jelas.
Tetapi inflasi tetap "keras kepala" dan bank sentral harus terus menekan stabilitas harga, tambahnya.
Baca juga: Ketua IMF sebut AS mungkin dapat menghindari resesi pada tahun ini
Baca juga: IMF, Bank Dunia sambut positif pelonggaran kebijakan antipandemi China
Baca juga: Minyak turun di Asia setelah IMF indikasikan 2023 lebih sulit
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023