Palu (ANTARA News) - Puluhan aparat kepolisian dibantu masyarakat setempat hari Rabu berhasil membongkar sebuah kuburan massal di desa Tambaro kecamatan Lage, atau sekitar 12 kilometer arah selatan kota Poso, Sulawesi Tengah.
Informasi diperoleh ANTARA News dari Poso menyebutkan, dalam operasi penggalian kuburan massal itu, yang berlangsung sekitar enam jam sejak pagi hari dipimpin langsung Kapolda Sulteng Brigjen Pol Drs Oegroseno, ditemukan tulang-belulang manusia yang tidak utuh lagi.
Ada yang batok kepalanya berlubang dan pecah, serta ada pula tulang kaki dan tangan retak karena kemungkinan terkena benda keras.
Beberapa potongan pakaian juga ditemukan dalam kuburan massal itu, diduga yang dikenakan para korban kerusuhan pada pertengahan tahun 2000.
"Saya perkirakan tulang-belulang itu merupakan jazad dari sedikitnya tujuh warga muslim yang disandera kelompok penyerang yang sebelumnya dinyatakan hilang saat pecah konflik di daerah kami beberapa waktu lalu," kata seorang warga kota Poso yang ikut menyaksikan prosesi penggalian.
Setelah semua kerangka yang tidak beraturan itu diangkat dari dalam lubang berkedalaman sekitar dua meter, empat petugas kedokteran Polri segera melakukan indentifikasi dengan mencocokkan satu-persatu tulang belulang tersebut.
Dua dari tujuh jazad itu belakangan diketahui adalah warga Kelurahan Lawanga, Poso Kota, sehingga keluarganya yang mengenali melalui pakaian yang dikenakan segera mengambil dan menguburkan di TPU Muslim Lawanga.
Sisa kerangka manusia lainnya dibawa ke Kelurahan Kayamanya untuk dikuburkan kembali di TPU setempat.
Kecamatan Lage di pinggiran selatan kota Poso merupakan satu dari beberapa daerah paling bergolak saat pecah kerusuhan bernuansa SARA Mei-Juni 2000.
Di daerah yang disebut-sebut merupakan basis operasi kelompok penyerang pimpinan Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu--ketiganya terpidana mati kerusuhan Poso--paling banyak ditemukan mayat bergelimpangan dan penuh luka bacok serta terkena peluru senjata api.
Hasil operasi pencarian tim gabungan terdiri dari aparat kepolisian, TNI, dan relawan kemanusiaan yang dilakukan selama hampir sebulan ketika itu, berhasil mengumpulkan lebih 700 mayat. Korban tewas terbesar adalah penghuni Pondok Pesantren Walisongo di Kelurahan Sintuwu Lembah dan penduduk muslim yang bermukim di sekitarnya.
Ketika menerima perwakilan masyarakat muslim asal Poso di Palu 21 April lalu, Kapolda Oegroseno mengatakan untuk menuntaskan aksi-aksi kekerasan saat pecah kerusuhan di bekas daerah konflik Poso sekaligus mengungkap pelakunya, polisi berusaha bekerja secara profesional dan proporsional dengan memulai melakukan penyelidikan secara kasus per kasus.
"Ya, kita mulai dari peristiwa di Sintuwu Lembah, baru kemudian yang lainnya," kata dia, seraya menyatakan pihaknya telah membentuk tim khusus untuk melakukan pekerjaan (pengungkapan) tersebut.
Oegroseno juga mengatakan, pihaknya masih membutuhkan keterangan Fabianus Tibo dkk untuk mengungkap sejumlah kejadian di Poso, karena secara logika aksi kekerasan di sana dan menjangkau daerah yang luas tidak mungkin hanya dilakukan Tibo, Dominggus, dan Marinus.
"Ini pekerjaan rumah kami yang seharusnya sudah diselesaikan aparat kepolisian beberapa tahun lalu," katanya.
Kerusuhan bernuansa SARA yang melanda wilayah Poso pertengahan tahun 2000 mengakibatkan lebih 1.000 orang terbunuh dan hilang, serta sekitar 17 ribu bangunan umumnya rumah penduduk terbakar dan rusak berat akibat diamuk massa bertikai.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006