Palu (ANTARA News) - Tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu, mulai Rabu menjalani proses isolasi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Petobo Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). "Mereka sudah dipindahkan di sel khusus dan menempati ruangan sendiri-sendiri," kata Drs Maas Damsjik, pejabat pada Kantor Wilayah Depkum dan HAM Sulteng kepada wartawan di Palu, Senin. Proses isolasi terhadap Tibo dkk dilakukan sehari setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak permohonan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya yang diajukan pihak keluarga dari ketiga terpidana mati ini. Menurut Damsjik yang tugasnya mengkoordinir semua LP dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Provinsi Sulteng, dengan adanya proses isolasi itu maka ketiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso ini tak diperbolehkan lagi menerima tamu, termasuk wartawan. "Yang bisa menemui mereka hanya petugas, pihak keluarga, dan rohaniawan, itu pun harus memperoleh izin dari pejabat berwenang," tuturnya ketika melakukan inspeksi mendadak di LP Petobo. Ketika ditanya wartawan mengenai waktu dan tempat pelaksanaan eksekusi terhadap Tibo dkk, Damsjik menolak memberikan komentar dengan alasan bukan kewenangannya. "Silahkan tanya ke Kajati (selaku ketua tim eksekutor) atau Kapolda (anggota tim eksekutor)," tuturnya singkat. Pada kesempatan itu, enam anggota keluarga Tibo, Dominggus, dan Marinus yang baru tiba dari Provinsi Nusa Tenggara Timur disertai Pastor Jimmy Tumbelaka asal Paroki Palu menyempatkan diri menemui ketiga terpidana mati ini. Suasana haru tak terelakkan saat mereka saling berpelukan satu sama lain, bahkan beberapa keluarga dari ketiga terpidana mati ini sempat meneteskan air mata. Tibo, Dominggus dan Marinus dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Palu pada Maret 2001, karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana, pembakaran, dan penganiayaan berat terhadap banyak manusia tak berdosa saat kerusuhan Poso bernuansa SARA bergolak pertengahan tahun 2000. Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sulteng dan Mahkamah Agung.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006