Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Iran menawarkan fasilitas keuangan berupa jaminan ekspor dan pinjaman jangka pendek kepada Indonesia untuk mendorong peningkatan perdagangan antara dua negara yang neracanya saat ini mencapai 368,7 juta Dolar AS. "Hubungan perdagangan kita belum besar dan sering sehingga masalah LC (Letter of Credit) dan perbankan dianggap sebagai hambatan," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu usai bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Iran Mohammad Soleymani di ruang kerjanya, Jakarta, Rabu petang. Menurut Mari, pemerintah Iran telah bersedia membentuk dana jaminan ekspor (export guarantee fund) untuk mengurangi resiko LC yang tidak terbayar. "Jumlahnya belum dibahas tapi Saya harap jumlahnya besar," katanya. Selain itu, Bank of Iran menawarkan fasilitas keuangan jangka pendek (antara 3-6 bulan) sebesar 10 juta Euro untuk Bank Danamon dan BNI. "Kemungkinan bentuknya `short term loan`," ujar Mari. Mari berharap dengan demikian maka volume perdagangan dua negara dapat terdorong naik. "Tapi kami masih menunggu tanggapan dari kedua bank tersebut. Mudah-mudahan sudah ada kepastian sebelum pertemuan komisi bersama ke-10 di Indonesia," katanya. Menurut Mari, tren perdagangan Indonesia-Iran mengalami peningkatan dan surplus di pihak Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke Iran meningkat dari 259,3 juta dolar AS pada 2004 menjadi 289,25 juta dolar AS. Sementara nilai impor Indonesia dari Iran selama 2004 mencapai 70,9 juta dolar AS dan meningkat menjadi 79,2 juta dolar AS pada 2005. Produk ekspor utama Indonesia ke Iran yaitu minyak kelapa sawit, kertas, serta sintetis, ban, barang elektronik seperti TV dan Video serta tekstil. Mari mengakui masalah pembayaran dan perbankan merupakan salah satu hambatan utama dalam upaya peningkatan ekspor Indonesia ke negara tujuan non tradisional (bukan AS atau Uni Eropa--red). Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah mempunyai instrumen pembantu seperti Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) dan Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) untuk memberi jaminan ekspor bagi industri kecil dan menengah serta perusahaan yang belum pernah ekspor, namun belum dimanfaatkan secara efektif. "Itu PR (pekerjaan rumah--red) kami untuk membuat keduanya (Askrindo dan ASEI) lebih efektif, terutama untuk pasar non tradisional," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006