Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat menyelaraskan perasaan untuk menghadapi kegentingan global yang mengancam Indonesia.
Presiden merasa bahwa masih banyak masyarakat yang belum memiliki perasaan sama bahwa saat ini seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia berada dalam kegentingan global.
"Kita merasa normal-normal saja, padahal keadaan semua negara, termasuk Indonesia itu berada pada kegentingan global," kata Jokowi.saat membuka Rapat Koordinasi Nasional dan Musyawarah Dewan Partai Bulan Bintang di Jakarta, Rabu.
Presiden menyebutkan beberapa ancaman dan risiko yang membayangi saat ini adalah resesi global, resesi keuangan, krisis pangan, krisis energi yang diikuti situasi dampak perang dan inflasi yang terus meninggi.
Bahkan, lanjut Presiden, pesan serupa tentang menyamakan perasaan sempat disampaikan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Kristalina Georgieva pada awal tahun ini.
Georgieva memprediksi bahwa sepertiga ekonomi dunia pada tahun 2023 akan mengalami resesi.
"Artinya kalau ada 200 lebih negara, berarti 70 negara akan mengalami resesi. Tahun 1997-1998 saja yang terkena resesi hanya berapa negara, sedikit sekali, itu sudah mengambrukkan ekonomi kita. Ini 60-70 negara diperkirakan akan ambruk ekonominya," ujar Jokowi.
Baca juga: Jokowi siap dukung bila Yusril maju Capres-Cawapres 2024
Baca juga: Pemerintah Indonesia akui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu
Presiden menyampaikan bahwa Georgieva mengatakan negara-negara yang tidak terkena resesi, ratusan juta penduduknya akan merasakan sedang mengalami resesi.
Oleh karena itu Presiden mengingatkan bahwa masyarakat patut bersyukur atas situasi ekonomi Indonesia yang relatif positif.
"Alhamdulillah ini patut kita syukuri, (pertumbuhan ekonomi) di Kuartal III/2022 kemarin masih di angka 5,72. Di kuartal keempatnya baru dalam perhitungan, nanti akhir bulan akan disampaikan berapa, masih sangat tinggi sekali," ujar Jokowi.
Presiden menyampaikan bahwa berdasarkan informasi terbaru yang diterimanya hingga kini sudah ada 16 negara yang saat ini menjadi pasien IMF.
"Kita tahun 1998 pernah jadi pasien IMF karena ekonomi kita ambruk, politik kita jatuh saat itu. Ini 16 negara sudah menjadi pasien IMF dan 36 negara ngantre di depan pintunya IMF ingin menjadi pasien IMF, artinya keadaannya ini sudah sangat tidak normal," katanya.
Kepala Negara menegaskan bahwa apa yang disampaikan bukan untuk menakut-nakuti masyarakat tetapi sebagai peringatan bersama agar bisa menghadapi kegentingan global yang mengancam.
"Sekali lagi semuanya harus merasakan, memiliki feeling yang sama bahwa kegentingan global ini mengancam semua negara karena daya saing kita yang semakin baik didukung infrastruktur yang pemerataannya kita lakukan di semua provinsi, alhamdullilah itu sangat mendukung sekali stabilitas ekonomi kita saat ini," ujar Jokowi.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023