Yogyakarta (ANTARA News) - Substansi Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara (RUU RN) akan lebih banyak mengandung aspek politik karena dengan Undang-Undang Rahasia Negara itu penguasa dalam hal ini pemerintah, tidak perlu lagi khawatir dengan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi yang saat ini juga dalam rancangan, kata salah seorang praktisi hukum di Yogyakarta M Irsyad Thamrin SH. Ketika dihubungi ANTARA, Rabu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta itu mengatakan, selepas dari kungkungan demokrasi otoriter penguasa di masa lalu, bangsa Indonesia sangat membutuhkan kebebasan memperoleh informasi. "Karena itulah, Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi semestinya disikapi secara arif oleh penguasa atau pemerintah sebagai hal yang wajar di era demokrasi sekarang, bukan malah membuat undang-undang `tandingan` seperti Undang-Undang Rahasia Negara," ujarnya. Menurut dia, tujuan pembuatan UU RN memang baik adalah untuk melindungi berbagai hal, baik itu informasi, benda atau kegiatan tertentu, dari kemungkinan `bocor` sehingga diketahui pihak-pihak lain atau pihak luar yang tidak memiliki hak untuk mengetahui sesuatu yang dirahasiakan tersebut. Namun kini penguasa atau pemerintah terkesan `takut` dan khawatir dengan keberadaan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi, sehingga dirancanglah UU RN yang saat ini masih di tangan Panitia Antardepartemen RUU RN. Di kalangan masyarakat juga ada kekhawatiran terhadap RUU RN, yang apabila sudah diundangkan akan `menutup akses` masyarakat untuk memperoleh informasi atau untuk mengetahui sesuatu yang mereka perlukan. Kekhawatiran dari masyarakat itu, menurut Irsyad Thamrin, sebenarnya wajar, karena semula mereka sangat berharap dengan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi, setelah RUU ini menjadi UU, hak masyarakat terpenuhi dan terlindungi guna mendapatkan kebebasan memperoleh informasi yang dibutuhkan. Ia melihat RUU RN yang kini sedang disiapkan pemerintah sebenarnya sesuatu yang aneh, karena di satu sisi kepentingan demi masuknya modal swasta maupun asing ke Indonesia, pemerintah membuka `kran peluang` seluas-luasnya kepada pengusaha untuk menangani bisnis telekomunikasi di negeri ini, sementara pada sisi lain rakyat sendiri akan dibatasi aksesnya untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya dengan keberadaan UU RN itu. Sebelumnya Wakil Ketua Panitia Antardepartemen RUU RN Ruly Nursanto kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/5) mengatakan pihaknya dapat memahami kekhawatiran masyarakat terhadap RUU RN. Menurut dia, kekhawatiran masyarakat itu bisa dimaklumi karena masih ada sejumlah ketidakjelasan mekanisme, yang antara lain terkait dengan prosedur penetapan rahasia negara dan instansi sesuai ruang lingkup yang telah ditetapkan dalam RUU tersebut. Selain itu, ketidakjelasan lain terkait dengan mekanisme `checks and balances` terhadap Dewan Rahasia Negara sebagai satu-satunya dewan yang berhak menentukan rahasia negara. Dalam jumpa pers di Jakarta itu juga terungkap bahwa instansi pemerintah tidak bisa begitu saja menentukan suatu informasi, benda atau kegiatan tertentu masuk ke dalam kategori rahasia negara ataupun rahasia instansi, begitu RUU RN disahkan dan ditetapkan pemerintah dengan persetujuan DPR.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006