Jakarta (ANTARA News) - Dari berbagai komunikasi yang dilakukan Direkrotat Jendral (Ditjen) Pajak belakangan ini diketahui bahwa lembaga ini memang telah berusaha memperbaiki diri meskipun dalam beberapa hal masih ditemukan berbagai kebocoran, diantaranya terbukti dari sejumlah pegawai Ditjen Pajak yang diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dituduh memanipulasi pajak.
Apresiasi sekaligus kritik tersebut disampaikan oleh anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Akbar Faisal yang ditemui beberapa pekan lalu.
Akbar melihat lembaga Ditjen Pajak sebagai lembaga yang sangat penting posisinya dalam pembangunan nasional, dan karena bolong-bolong itu masih saja terjadi, dia menilai mesti ada penataan kembali yang dapat memperbaiki kinerja Ditjen Pajak.
"Saya ingin lembaga ini menata diri dan melakukan reformasi yang jauh lebih cepat karena modal pembangunan negara dan modal utama kita adalah dari atau ditopang oleh pajak," kata Akbar Faisal.
Reformasi dan penataan diri ini mesti dilakukan sesegera mungkin, bukan hanya demi menjawab momentum kebangkitan lagi ekonomi nasional, namun juga untuk membuat lembaga ini dapat menutupi dan menghindari kebocoran-kebocoran pajak di masa kini dan mendatang.
Penataan diri itu diantaranya dengan merangsang kerja kinerja Ditjen menjadi lebih baik lagi dan lebih bertanggungjawab lagi yang salah satunya ditempuh lewat pemilihan dan penempatan orang-orang yang tepat dan berintegritas pada bidang tugas apapun di Ditjen Pajak.
"Perlu dilakukan perbaikan kinerja, penempatan orang pada orang yang tepat. Jangan tempatkan orang yang korup pada jabatan atau daerah-daerah yang basah," kata Akbar.
Akbar mengakui memang hampir mustahil mendapatkan lembaga publik di Indonesia yang bebas dari korupsi. Intinya, tidak ada yang sempurna, namun tetap saja demi menjamin kesalahan dan kebocoran di masa yang baru lewat lalu, maka perbaikan tetaplah harus dilakukan.
"Memang tidak ada lembaga di negara ini yang bisa paripurna dan maka dari itu, dibutuhkan reformasi perpajakan," katanya.
Reformasi telah berjalan
Akbar yakin perbaikan keorganisasian akan berdampak pada penerimaan pajak yang lebih baik dibandingkan masa sekarang atau masa-masa sebelumnya.
Dia juga melihat perbaikan kinerja juga ditempuh oleh banyak cara lainnya, diantaranya dengan menggelar Sensus Pajak Nasional. Akbar bahkan sangat berharap program ini memaju pendapatan pajak.
"Sensus Pajak Nasional itu harus mampu meningkatkan pendapatan pajak kita. Target pajak tahun Rp1.100 triliun dan itu harus tercapai," katanya.
Namun lebih dari itu, Akbar yakin target itu tercapai jika Ditjen Pajak sudah benar-benar bersih dari manipulasi, korupsi dan kongkalikong. "Adalah sangat jahat ketika kewenangan untuk memungut pajak malah diselewengkan. Itu sangat jahat sekali," katanya.
Untuk itulah dia yakin jika Ditjen Pajak telah "sehat" dari dalam lembaganya, maka tidak ada lagi alasan orang tidak membayar pajak. Dengan demikian, semakin banyak orang yang membayar pajak, dan semakin besar pula penerimaan pajak.
"Pajak yang dibayarkan warga negara yang sadar akan kewajibannya, dan tanpa ada keinginan menyembunyikannya dan pajak ini dikumpulkan dengan benar oleh Ditjen Pajak dan digunakan dengan benar untuk pembangunan negara. Itu yang benar," kata Akbar.
Namun Akbar tidak melihat asumsi itu maka muncul kesimpulan Ditjen Pajak selama ini bekerja tidak benar, sebaliknya dia melihat Ditjen Pajak telah berusaha sebaik-baiknya.
"Saat ini Ditjen pajak memang sudah melakukan kerjanya dengan sebaik-baiknya, tapi jumlah Wajib Pajak sangat kecil dibanding jumlah penduduk. Itu tidak masuk akal," kata dia.
Akbar menyesalkan bahwa hal ini tidak saja timbul karena ada persepsi buruk publik terhadap Ditjen Pajak, namun juga karena ada pertimbangan yang tidak cukup rasional dari publik dan keluar dari urusan perpajakan.
"Kadang-kadang yang jadi masalah, dibawa ke ranah politik. Orang-orang yang kritis, dicari-cari urusan pajaknya," kata dia.
Berantas kongkalikong pajak
Sebaliknya, mereka yang membusukkan institusi pajak dengan memainkan aturan dan permainan pajak demi kepentingannya sendiri, juga telah membuat masyarakat mempertanyakan penarikan panjak untuknya.
Mereka yang membusukkan institusi pajak ini termasuk para pengusaha nakal yang berniat buruk menghindar dari kewajiban membayar pajak, bahkan menolak sama sekali membayarnya.
"Banyak pengusaha yang berkongkalikong dengan orang-orang pajak. Itu jahat dan alat negara dipakai untuk alat kekuasaan," kata Akbar.
Akbar optimistis prilaku dan praktik kongkalikong itu bisa dihilangkan jika semua alat negara berlaku, bersikap dan bertindak sebagai alat negara. "Bukan sebagai alat kekuasaan," katanya.
Berikutnya, alat negara itu tidak memikirkan diri sendiri, sebaliknya bertugas dengan sebaik-baiknya dalam menjalankan mandat negara kepadanya untuk menjalani tugas sebagai alat atau pejabat negara.
"Misalnya saya jadi anggota DPR, saya berusaha menjadi anggota DPR yang baik meski banyak juga memang kekurangan saya. Tapi saya sedang memperbaiki diri," kata Akbar.
Jika tidak ada sikap demikian, maka persoalan kebocoran dan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan pajak niscaya akan terus terjadi.
"Yang jadi masalah adalah sudah sadar negara ini bermasalah, tapi kita tidak ingin memperbaiki masalahnya sendiri," pungkas Akbar.
Narasumber: Akbar Faisal: Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Hanura
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2012