Roma (ANTARA) - Harga gas alam di Uni Eropa (UE) kini telah kembali ke tingkat yang tercatat sebelum pecahnya krisis Ukraina karena terbantu oleh cuaca musim dingin yang tidak terlalu menusuk dan tingkat penyimpanan yang tinggi.
Kendati demikian, sejumlah analis yang dikutip Xinhua pada Minggu (8/1) yakin bahwa tantangan bagi sektor energi Eropa itu masih jauh dari selesai.
Bahkan jika negara-negara Eropa berhasil melewati musim dingin tahun ini tanpa lonjakan harga lebih lanjut, kemungkinan masih akan ada tantangan untuk mengisi kembali sistem penyimpanan gas menjelang musim dingin berikutnya akibat ketidakpastian pasar.
Pada pekan lalu, harga gas Dutch Title Transfer Facility (TTF) ditutup di angka 65 euro (1 euro = Rp16.438) per megawatt-jam (MWh), harga terendah di bursa tersebut sejak pecahnya krisis Ukraina.
Sementara pada Jumat (6/1), kontrak gas untuk pengiriman Februari naik tipis menjadi 69 euro per MWh, tetapi masih jauh di bawah level baru-baru ini dan hanya sepersekian dari angka tertinggi yang tercatat pada Agustus 2022, yakni 342 euro per MWh.
Menurut guru besar mitra teknik industri di Universitas Bologna sekaligus salah satu pendiri NE-Nomisma Energia, Davide Tabarelli, sebuah wadah pemikir di sektor energi, sangat penting untuk mempertimbangkan penurunan harga baru-baru ini dengan serius.
Tabarelli mengatakan bahwa terlepas dari penurunan tersebut, harga gas "masih luar biasa tinggi" jika dibandingkan dengan rata-rata jangka panjang.
Dia memperingatkan terdapat sejumlah pertanda bahwa resesi akan muncul akibat tingginya harga yang dipicu oleh krisis energi yang tinggi ini dan kenaikan suku bunga serta aktivitas ekonomi yang lebih lambat.
"Kita masih berada di tengah konflik dan kondisi energi yang tidak pernah kita bayangkan di masa lalu," kata Tabarelli menambahkan sejumlah tantangan ada yang belum terselesaikan.
Selain itu, Wakil Direktur sekaligus senior research fellow dalam Program Lingkungan dan Masyarakat di Chatham House di London, Antony Froggatt, meyakini bahwa beberapa masalah penyimpanan gas akan tetap menjadi tantangan untuk ke depannya, karena negara-negara penyimpan gas yang kini diandalkan, sebelumnya sebagian besar mengandalkan gas Rusia.
Froggatt menjelaskan bahwa Jerman dan Italia, dua perekonomian utama UE yang sangat bergantung pada gas Rusia sebelum krisis Ukraina, bergegas membangun terminal gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) baru untuk mengimpor lebih banyak LNG dari sumber lain.
"Gas Rusia membantu negara-negara ... mencapai target (penyimpanan) 70 persen ... pada Oktober dan kemudian pada Desember hingga 90 persen," kata dia kepada Xinhua.
Dia mengatakan bahwa meskipun negara-negara Eropa berhasil melewati musim dingin ini tanpa lonjakan harga lebih lanjut, kemungkinan masih akan ada tantangan untuk mengisi kembali sistem penyimpanan gas menjelang musim dingin berikutnya akibat ketidakpastian pasar.
Pewarta: Xinhua
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2023