"Jadi 25 bps itu bukan yang terakhir, tapi baru awal dari penurunan," kata Menkeu.Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengisyaratkan pihaknya menyepakati kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan "BI Rate" sebesar 25 basis poin (bps) sehingga tidak akan menimbulkan risiko negatif pada makro ekonomi. "Ya ini kan arah dari kebijakan BI yang secara bertahap (BI Rate-red) akan turun untuk mencapai `single digit` dalam waktu yang diukur tidak akan menimbulkan risiko dalam stabilitas makro," katanya di Gedung Departemen Keuangan, Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, pihaknya optimistis akan melihat suatu penurunan yang sifatnya lebih bertahap sesuai dengan perkembangan tingkat inflasi yang ada. "Jadi 25 bps itu bukan yang terakhir, tapi baru awal dari penurunan," katanya. Sebelumnya, Gubernur BI Burhanuddin Abdullah mengatakan BI menurunkan BI Rate per 9 Mei 2006 sebesar 25 basis poin menjadi 12,50 persen dari sebelumnya 12,75 persen. Menurut dia, penurunan setelah mempertimbangkan perkembangan moneter, nilai tukar rupiah, inflasi beberapa bulan terakhir, serta melihat perkembangan yang cukup stabil dari sistem keuangan serta stabilitas makro ekonomi yang terjaga. Ditanya tentang kebijakan pemerintah untuk menindaklanjuti penurunan "BI rate" tersebut, Menkeu mengatakan pihaknya akan berusaha mencapai rencana "front loading" APBN 2006 seperti yang disampaikan pada awal tahun. "Kita sendiri masih memiliki kesulitan untuk membelanjakan anggaran kita karena sampai dengan hari ini ternyata penyerapan untuk belanja modal masih sekitar 15-17 persen. Kita sebenarnya berharap paling tidak 25 persen sudah terbelanjakan, ternyata belum. Jadi kita masih kurang pembelanjaan sekitar 10 persen," katanya. Ia mengakui rendahnya penyerapan itu disebabkan adanya hambatan pada sektor riil dan dari sektor pemerintah, yaitu adanya kekhawatiran terjadinya kesalahan dalam penggunaan anggaran. Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional (Bapekki), Anggito Abimanyu mengatakan berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, sektor riil pada April kemarin berada dalam keadaan baik stabil, meskipun ada beberapa situasi yang harus dicermati khususnya mengenai impor bahan baku atau barang modal. "Secara umum impor kita `flat` stabil, tapi impor bahan baku cenderung menurun," katanya. Ia menjelaskan penurunan itu disebabkan perekonomian yang tidak ekspansif atau tidak sebesar diharapkan. Hal itu, menurut dia, merupakan dampak dari 2005 yang masih terasa, di mana ekspansi ekonomi terbatas karena kebutuhan ekspansi perusahaan masih terbatas.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006