Bangkok (ANTARA News) - Thailand hari Selasa melakukan persiapan menghadapi pemilu ketiga dalam waktu kurang dari dua tahun setelah Mahkamah Konstitusional membatalkan pemilu bulan lalu dalam upaya menyelesaikan kemelut politik yang telah berlangsung berbulan-bulan. Para hakim agung dari Mahkamah Konstitusional dan dua pengadilan paling berpengaruh di Thailand Selasa pagi mengadakan pertemuan untuk mengatasi kendala hukum bagi terselenggaranya pemilu baru. Diantara pertanyaan paling menonjol setelah dikeluarkannya keputusan pengadilan adalah apakah Thaksin Shinawatra akan memperebutkan jabatan perdana menteri setelah mundur secara menyedihkan 4 April lalu. Pembantu senior Prommin Lertsuridej mengatakan pengusaha milyarder yang kini tetap menjabat ketua partai kuat Thai Rak Thai itu akan memperebutkan kursi di parlemen namun belum berketetapan apakah akan maju mencalonkan diri untuk kursi perdana menteri. "Namun saya tidak bisa menjawab atas nama beliau apakah dia akan mencalonkan untuk jabatan lain. Ia adalah satu-satunya orang yang akan membuat keputusan itu. Hingga hari ini belum ada keputusan," katanya kepada wartawan, Selasa. Sebelum diadakan pemilu sela, Thaksin telah menghadapi demonstrasi selama berbulan-bulan yang menuduhnya memanfaatkan kekuasaan politiknya untuk memperkaya "kerajaan telekomnya". Para anggota terkemuka dari kelompok pendemo anti-Thaksin telah memperingatkan mereka akan melakukan demonstrasi lagi jika ia kembali berkuasa. Keputusan pengadilan itu juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang Komisi Pemilu yang banyak dipersalahkan atas kegagalan pemilu 2 April sehingga mengakibatkan negara itu tidak memiliki parlemen yang berfungsi. Pihak oposisi yang memboikot pemilu itu telah menuduh komisi itu terlalu dekat bersekutu dengan Thaksin. Harian Thailand Rath mendesak Mahkamah Agung untuk menunjuk komisi baru berdasarkan klausa konstitusional yang memungkinkan hakim bercampur tangan ketika terjadi krisis. "Komisi Pemilu yang ada memiliki masalah kredibilitas, tidak hanya dari kecaman di media tetapi juga dari kalangan akamedisi. Hasil polling menunjukan bahwa Komisi Pemilu itu dianggap tidak netral secara politis, lalu bagaimana mereka bisa menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil," kata harian itu. Pihak oposisi, Senin, juga menghimbau para komisioner itu untuk mengundurkan diri namun pemerintah mengingatkan bahwa mengangkat anggota baru untuk panel itu dapat menyeret organisasi itu keluar dari pemilu mendatang. Koran berbahas Inggris Bangkok Post mengatakan ekstra hati-hati diperlukan untuk meyakinkan adanya pemilu yang adil jika komisioner yang ada akan menyelenggarakan pemilu. "Karena tampaknya komisi telah menguntungkan pemerintah, komisi itu kini harus banyak mengambil langkah agar bisa terbuka, dipertanggungjawabkan dan tentunya adil. Jujur saja tidak cukup. Komisi harus tidak memihak," kata harian itu. Pengadilan Thailand hampir tidak pernah melakukan langkah sekuat itu dalam politik nasional. Hingga 1992, negara itu telah lama menggunakan campur tangan militer untuk menyelesaikan masalah politik. Namun pihak pengadilan didesak mengambil tindakan dua minggu lalu setelah Raja Bhumibol Adulyadej menghukum di muka umum hakim terkemuka di negara itu karena kegagalannya menyelesaikan krisis itu. Dalam pidatonya yang disiarkan stasiun televisi ke seluruh Thailand, ia mengecap pemilu itu tidak demokratis, menolak memenuhi tuntutan pihak oposisi tentang adanya perdana menteri yang diangkat kerajaan dan memerintahkan pengadilan mencari penyelesaian terhadap kebuntuan itu. Thaksin menyelenggarakan pemilu sela 2 April, setahun setelah menang secara mutlak dalam pemilu ulang, dengan harapan dapat mengakhiri gelombang demonstrasi yang menentangnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006