Kita akan lebih rajin melakukan review dari tarif BPJ
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan transformasi yang dilakukan pada layanan kesehatan saat ini dapat menekan penambahan anggaran belanja kesehatan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
“Populasi kita akan makin tua dan kalau semakin tua pembiayaan kesehatannya akan mahal. Kita sudah hitung-hitung akan naik sangat tinggi,” kata Menkes dalam Konferensi Pers Kinerja 2022 dan Program Kerja 2023 Kemenkes yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Menkes menuturkan bahwa penambahan belanja kesehatan tidak selalu menjamin peningkatan harapan hidup masyarakat. Apalagi jika melihat demografi Indonesia yang mulai memasuki transisi penuaan penduduk.
Berdasarkan data Bank Dunia dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) di tahun 2019, rata-rata penduduk Indonesia berusia hingga 72 tahun, dengan belanja kesehatannya mencapai 120 dolar per kapita. Namun diperkirakan akan terus meningkat.
Belanja tersebut lebih rendah dibandingkan Malaysia yang rata-rata usia penduduknya bisa mencapai 76 tahun dengan total belanja 436,6 dolar per kapita atau Amerika yang rata-ratanya 77 tahun dengan 10.921 dolar per kapitanya.
Baca juga: Menkes:Penanganan pandemi yang baik cegah RI hadapi gelombang COVID-19
Baca juga: Menkes: Krisis COVID-19 dongkrak sekuensing genomik RI naik signifikan
“Bayangkan kalau dalam 5 hingga 10 tahun populasi Indonesia menua dari 72 tahun ke 76, belanja kesehatan akan naik dari 120 ke 430 atau 300 dolar per kapita, lalu dikalikan 270 juta warga kita, itu sudah 2.000 triliun sendiri kalau tidak dikontrol itu besar sekali,” ujarnya.
Budi menuturkan transformasi kesehatan enam pilar berupaya mencegah hal tersebut. Ia mengatakan Kemenkes akan mulai merapikan anggaran tersebut supaya tidak terjadi tumpang tindih, dengan berkoordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri untuk membantu mengakomodir daerah untuk mengalokasikan 10 persen APBD untuk anggaran kesehatan.
Oleh karenanya, Budi menyatakan Kemenkes tidak hanya akan melakukan pemantauan secara rutin terhadap pengeluaran belanja BPJS Kesehatan, dengan menjalankan program National Health Account (NHA).
Hal itu dilakukan dengan mempercepat produksi NHA dari T-2 menjadi T-1 gara dapat digunakan untuk penajaman perencanaan dan intervensi pembiayaan kesehatan.
"Kita akan lebih rajin melakukan review dari tarif BPJ, kalau ada yang ketinggian kita turunkan, yang kerendahan kita naikkan," ucapnya.
Selanjutnya kemenkes akan mempertajam Health Technology Assesment (HTA), untuk meningkatkan penerapan HTA guna menjamin kendali mutu dan biaya berbasis bukti untuk pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.
“Seperti pisau sinar gama, kita bisa ambil tumor dari kepala tanpa harus buka tengkoraknya. Teknologi-teknologi baru di bidang kesehatan ini perlu segera kita adopsi, supaya kita bisa menekan biaya kesehatan supaya jadi jauh lebih murah,” kata Menkes.
Kemenkes juga akan menjalankan Annual Review Tariff atau review tahunan tariff dari layanan rumah sakit dan puskesmas, yang ada dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk menjaga kualitas layanan kepada peserta JKN.
Terakhir Budi menyebutkan juga akan mulai melakukan konsolidasi pembiayaan kesehatan baik di pemerintah pusat hingga daerah, JKN dan Swasta untuk mensinergikan sumber pembiayaan kesehatan yang lebih kuat dan efektif, dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
“Kita juga nanti lakukan konsolidasi dari akun biaya kesehatan di pemerintah daerah dan pusat itu banyak duplikasinya, sekarang bagaimana kita bisa berkoordinasi jadi satu,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkes: Pembiayaan pasien COVID-19 berlaku hingga aturannya dicabut
Baca juga: Kemenkes ingatkan status kedaruratan COVID-19 masih berlaku
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023