Jakarta (ANTARA News) - Penurunan BI rate (suku bunga patokan BI) dari 12,75 persen menjadi 12,50 persen dinilai belum cukup untuk dapat menggerakkan sektor riil.
"Aspirasi sektor riil mulai didengar, tapi itu masih relatif tinggi. Di Jepang suku bunganya hanya satu persen," kata Ketua Komisi VI (perdagangan, perindustrian, BUMN, dan UKM), Didiek J. Rachbini, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.
Ia menegaskan bahwa sektor perkebunan dan pertanian tidak bisa hidup dengan suku bunga yang hampir mencapai 20 persen.
Meski demikian, Didiek menilai penurunan BI rate berarti BI mulai responsif dan BI memang harus mengambil kebijakan yang bersifat "smart market", yaitu perlahan namun reaktif.
"BI rate bisa single digit. BI tidak boleh egois dalam memperbaiki kinerja, tapi sektor lain dikorbankan," katanya.
Menurut dia, suku bunga jangan hanya menjadi alat untuk sektor moneter saja namun juga untuk sektor riil.
"BI harus evaluasi diri sendiri untuk melihat sektor riil jangan hanya mengukur keseimbangan pasar uang saja," kata Didiek.
Jika suku bunga turun, lanjut dia, itu artinya kredit yang disalurkan lebih banyak. (*)
Copyright © ANTARA 2006