"Pemilih lebih mengenal calon legislatifnya kalau dilakukan dengan sistem proporsional terbuka karena masing-masing caleg akan berkompetisi secara terbuka dan berusaha untuk mendapatkan hati para pemilih," kata Fernando dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Pada sistem proporsional terbuka, lanjut dia, partai politik (parpol) juga diberikan keleluasaan penuh untuk melakukan perekrutan hingga mengusulkan calegnya.
Baca juga: BRIN ingatkan penyelenggara pemilu terus jaga kepercayaan publik
Ia menilai bahwa sedianya semua caleg yang diusulkan oleh parpol adalah memang yang sudah dipersiapkan untuk menjadi wakilnya di legislatif.
"Tidak ada alasan bagi partai mendorong sistem proporsional tertutup karena ingin penguatan partai dan menentukan kadernya yang mewakili di legislatif," tuturnya.
Untuk itu, ujarnya lagi, sistem proporsional terbuka sudah sangat tepat untuk tetap dipertahankan pada Pemilu 2024 mendatang.
Ia menilai apabila sistem proporsional tertutup kembali diterapkan dalam pemilu justru hal tersebut merupakan suatu langkah kemunduran.
"Saya sangat berharap Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak judicial review mengenai pengaturan sistem pemilihan legislatif yang terdapat dalam UU Pemilu," ujarnya.
Dengan tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka, ia pun mengajak parpol menggencarkan pendidikan politik kepada pemilih guna mencegah potensi terjadinya transaksi transaksi politik uang (money politics) dalam pemilu.
"Dan para anggota DPR RI membuat UU yang mengatur sistem kampanye yang memperkecil peluang transaksional dengan pemilihnya," katanya.
Baca juga: Peneliti Netgrit ajak masyarakat cek nama di daftar pemilih tetap
Baca juga: Netgrit ajak publik cari informasi tentang parpol peserta Pemilu 2024
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023