Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Dias Septalia Ismaniar, Sp.PD mengutip pernyataan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengatakan skrining untuk mendeteksi anemia defiensi besi dapat dimulai sejak seseorang berusia sembilan hingga 12 bulan.
"Kemudian enam bulan setelahnya dan setiap tahun dari usia dua tahun sampai lima tahun yang berisiko tinggi terjadinya anemia defisiensi besi,"
ujar dia yang berpraktik di RS Pondok Indah - Pondok Indah itu melalui pesan elektroniknya kepada ANTARA beberapa waktu lalu.
Dias mengatakan, pada dewasa, skrining dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah lengkap, terutama ketika seseorang dinyatakan hamil. Saat hamil, dia harus mulai rutin memeriksakan darahnya karena anemia pada ibu hamil cukup sering ditemukan.
Skrining berikutnya yakni ketika seseorang mulai sering merasakan keluhan seperti mudah lelah, mudah ngos-ngosan, pusing, pandangan sering berkunang-kunang, wajah terlihat lebih pucat, mata menguning, sering berdebar, mengalami sesak napas dan nyeri dada.
Selain itu, mereka yang terdiagnosa penyakit tertentu misal penyakit ginjal kronik, penyakit liver kronik, adanya perdarahan aktif misalnya karena wasir terutama yang sering mengalami buang air besar berdarah, haid lama dan berkepanjangan dengan volume darah sangat banyak.
Skrining juga sebaiknya dilakukan mereka yang malnutrisi, sulit makan, infeksi kronik misalnya TBC dan autoimun, mereka yang mengonsumsi obat-obatan jangka lama seperti salah satu obat HIV, rhematoid arthritis, pasien kanker dalam kemoterapi.
Dias mengingatkan, anemia dapat memberikan dampak buruk bagi tubuh terutama bila dibiarkan dalam jangka waktu lama. Komplikasi yang dapat terjadi misalnya penyakit jantung anemik, risiko infeksi, komplikasi kehamilan, kelelahan yang ekstrem dan lain-lain.
Untuk mencegahnya, maka tubuh perlu mendapatkan asupan zat besi yang cukup. Menurut Dias, pemenuhan zat besi harian sebenarnya dapat tercukupi dari makanan sehari-hari seperti misalnya daging merah, hati, ayam, ikan-ikan laut dalam seperti salmon, tuna, kemudian kerang, telur, kacang-kacangan, bayam, brokoli, biji-bijian dan lain-lain.
"Pastikan asupan gizi Anda seimbang. Jangan sembarangan mengonsumsi tablet penambah darah tanpa melakukan pengecekan darah terlebih dulu. Jadi, pastikan Anda benar mengalami defisiensi zat besi. Kemudian, konsultasikan dengan dokter untuk mengetahui dosisnya, lama penggunaan dan evaluasi kembali setelahnya," demikian pesan dia.
Baca juga: Dokter sebut susu perlu dihindari saat konsumsi tablet tambah darah
Baca juga: Pentingnya melindungi perempuan Indonesia dari anemia
Baca juga: Pentingnya melindungi perempuan Indonesia dari anemia
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2023