Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo akhirnya menghentikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada seluruh wilayah Indonesia, mulai Jumat (30/12). Tapi, kebijakan itu tidak sebagai pernyataan pandemi COVID-19 telah usai, karena Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) hingga kini belum menyatakan status endemi secara global.

Untuk tetap mengendalikan penyebaran COVID-19 dan mencegah terjadinya lonjakan kasus, diperlukan masa transisi menuju kondisi endemi dengan strategi persuasif di tengah aktivitas masyarakat di Indonesia yang kembali normal.

Pemerintah telah menjadikan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 Pada Masa Transisi Menuju Endemi sebagai panduan bagi seluruh instansi terkait.

Ketentuan terbaru tersebut tetap mensyaratkan protokol kesehatan memakai masker dengan benar, terutama pada keadaan kerumunan dan keramaian di dalam gedung atau ruangan tertutup dan sempit, termasuk dalam transportasi publik. Ketentuan itu juga wajib dijalankan oleh masyarakat yang bergejala penyakit pernapasan seperti batuk, pilek dan bersin serta masyarakat yang kontak erat dan terkonfirmasi.

Pemerintah juga mendorong masyarakat untuk tetap mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer serta mengingatkan masyarakat bahwa risiko penularan COVID-19 masih bisa terjadi, sehingga tetap waspada dan meningkatkan ketahanan mandiri agar tidak tertular.

Penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk memasuki fasilitas publik, termasuk bagi pelaku perjalanan dalam negeri yang akan menggunakan transportasi publik, juga masih menjadi ketentuan yang harus dipenuhi. Kebijakan itu efektif dalam mendeteksi pasien COVID-19 yang keluyuran di tempat-tempat publik.

Misalnya, saat pelaksanaan libur Natal 2022, aplikasi yang telah diunduh jutaan pengguna itu berhasil mendeteksi 247 pasien yang bertebaran di ruang publik seperti mall, stasiun, bandara, serta angkutan umum terhitung dalam dua pekan terakhir sejak 15 Desember 2022.

Meskipun kasus COVID-19 di Indonesia telah sepenuhnya terkendali, tapi kegiatan pelacakan kasus melalui surveilans tetap dilaksanakan melalui mekanisme pemeriksaan bagi yang bergejala COVID-19, memberikan perhatian dan perlindungan dari resiko penularan COVID-19 bagi komunitas khusus yang rentan seperti panti jompo, sekolah berasrama, lapas, panti asuhan.

Program vaksinasi dosis primer dan dosis lanjutan (booster) juga didorong oleh pemerintah secara mandiri atau terpusat di tempat-tempat umum, seperti kantor, pabrik, tempat ibadah, pasar, dan terminal. Meski cakupan vaksinasi dosis lengkap telah memenuhi standar global lebih dari 74 persen, tapi untuk dosis booster 1 masih berkisar di angka 27 persen lebih.

Terkait mekanisme pembiayaan, Kemenkes masih mempertimbangkan penerapan vaksinasi gratis bagi masyarakat, kecuali untuk produk vaksin Pfizer Cominarty Children untuk usia 6 bulan hingga 11 tahun yang dipastikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, akan berbayar mulai 2023.

Komunikasi publik perihal transisi menuju endemi jadi bagian penting dalam mengedukasi masyarakat dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat serta jaringan masyarakat yang berpengaruh.

Hal lain yang juga penting diterapkan selama masa transisi adalah pengawasan secara ketat terhadap pencegahan dan pengendalian COVID- 19 di daerah, termasuk melakukan pendampingan oleh pemerintah pusat terhadap indikator COVID- 19 untuk menilai Iaju penularan dan kapasitas respons.

Seluruh kepala daerah diinstruksikan untuk mencabut peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan ketentuan lain yang memberikan sanksi bagi pelanggar ketentuan PPKM, tapi tetap berkoordinasi dan berkolaborasi dengan TNI, Polri, Kejaksaan dan instansi vertikal Iainnya.

Pemerintah juga memutuskan untuk tetap mengaktifkan Satuan Tugas (Satgas) Daerah dalam rangka melakukan pengawasan dan mencermati perkembangan angka COVID-19 serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19 pada wilayahnya masing-masing.

Upaya memutus rantai penularan SARS-CoV-2 juga dilakukan lewat pemberian rekomendasi izin keramaian dengan sangat selektif terhadap setiap bentuk kegiatan masyarakat yang dapat menimbulkan kerumunan.

Pandemi belum usai

Keputusan mendasar pemerintah mengakhiri PPKM adalah melihat situasi kasus yang saat ini sangat terkendali, dibuktikan dengan indikator kasus konfirmasi pada dua pekan terakhir yang turun secara konsisten dari 1.785 menjadi 646 kasus, kasus aktif di periode yang sama turun dari 36.527 menjadi 16.750 kasus, angka kematian turun dari 2,391 persen jadi 2,390 persen, serta pasien dirawat di rumah sakit turun dari 4.202 menjadi 2.457 orang.

Selain itu, pemerintah sangat percaya diri terhadap tingkat kekebalan tubuh masyarakat terhadap Virus Corona berdasarkan Serosurvei mencapai 98,5 persen. Hal itu dibuktikan dengan tren positivity rate atau tingkat penularan di suatu komunitas yang terus turun dari 5,50 persen menjadi 2,87 persen atau di bawah standar aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maksimal 5 persen.

Namun, Virolog sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Bali, Prof I Gusti Ngurah Mahardika masih menyangsikan data pemerintah. Alasannya, laporan yang disajikan ibarat fenomena puncak gunung es, di mana angka yang diumumkan belum menggambarkan situasi yang sebenarnya terjadi di masyarakat menyusul angka testing yang masih sangat rendah.

Hingga 30 Desember 2022, tren pemeriksaan spesimen pada dua pekan terakhir mengalami penurunan dari 48.666 menjadi 33.051, di tengah rasio kontak erat pada kurun yang sama justru meningkat dari 11,37 menjadi 12,42 persen.

Kapasitas testing COVID-19 di Indonesia rata-rata berkisar 100 ribu orang per hari, itu pun hampir separuhnya menggunakan rapid test Antigen yang kurang sensitif mendeteksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Jika dibandingkan kemampuan India dan China yang mencapai 2 juta hingga 6 juta orang per hari, maka kemampuan deteksi di Indonesia terbilang sangat sedikit.

Importasi kasus dari sejumlah negara yang sedang mengalami tren lonjakan, juga perlu mitigasi serius dari pemerintah. Laporan terbaru GISAID menginformasikan varian COVID-19 yang kini dominan di China adalah BA5.2 dan BF.7 yang sebenarnya sudah ada lama di Indonesia. Jumlah kasus BA5.2 di Tanah Air berkisar 8.000 kasus dan BF.7 berkisar 15 kasus, meski hingga saat ini tidak memicu letupan kasus yang luar biasa.

Varian Omicron hingga saat ini telah mengalami delapan kali mutasi, termasuk dominasi Subvarian XBB dan BQ.1 yang mendominasi kasus di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir berkat kemampuannya mereplikasi diri hingga ribuan kali serta menghasilkan miliaran virus baru.

Karakter virus baru yang dilahirkan bersifat acak, ada yang lebih ganas seperti varian Delta dengan kemampuan mengaktivasi banyak enzim untuk menyerang banyak organ tubuh, atau justru lebih lemah seperti yang dimiliki varian Omicron saat ini.

Kalangan virolog juga melihat potensi virus serupa COVID-19 pada hewan seperti kelelawar dan trenggiling dengan ciri genetik yang jauh lebih ganas berdasarkan mutasi alam. Mahardika menyebut virus itu berpotensi melahirkan SARS-CoV-3 di dunia.

Mitigasi terhadap importasi kasus lewat upaya skrining kesehatan di pintu masuk bandara maupun pelabuhan, harus diakui sudah tidak lagi mempan, pasti terjadi kebocoran sebab bentuk virus yang tidak dapat dikenal secara kasat mata.

Pemerintah hingga saat ini masih berpedoman pada Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 24 dan 25 Tahun 2022 tentang pelaku perjalanan dalam dan luar negeri yang secara umum mensyaratkan para pelaku perjalanan sudah menerima vaksinasi dosis lengkap maupun booster.

Pelajaran penting

Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia hampir tiga tahun telah memberi banyak pelajaran penting yang dapat diterapkan sebagai bekal untuk membangun kesiapsiagaan terhadap potensi pandemi di masa depan. Salah satunya pembentukan lembaga besar besar yang bertugas untuk pengembangan dan penyediaan vaksin secara cepat serta memantau perkembangan mutasi virus yang terjadi di setiap belahan dunia.

Peran tersebut di Indonesia masih tersebar di banyak institusi, tidak ada dalam satu lembaga besar yang diisi pakar dari kalangan epidemiolog, virologi, kedokteran, serta praktis terkait yang fokus terhadap kesiapsiagaan pandemi.

Berkaca pada Amerika Serikat, sejak virus Corona muncul di laman GISAID per 29 Desember 2019, industri farmasi Moderna langsung mengembangkan bibit vaksin hanya dalam tempo 17 hari. Tidak lama berselang, jutaan dosis vaksin COVID-19 berplatform mRNA sudah dapat diberikan kepada masyarakat setempat.

Kesiapsiagaan merupakan hal penting jika tidak mau PPKM kembali diberlakukan di Indonesia imbas lonjakan kasus yang tinggi sebagaimana tercantum dalam Inmendagri terbaru. Sebab, PPKM merupakan intervensi pemerintah untuk melindungi masyarakat dari risiko penularan virus Corona.

Meski PPKM telah resmi berakhir, di Indonesia masih terdapat dua kebijakan terkait status kegawatdaruratan yang ditetapkan pemerintah tentang pandemi, yakni Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 dan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional.

Dua kebijakan politik itu diambil Pemerintah Indonesia merujuk pada penetapan status pandemi COVID-19 oleh WHO berdasarkan Public Health Emergency International Concern (PHEIC) yang berlaku sejak 30 Januari 2020.

Etape mengakhiri pandemi di Indonesia berikutnya adalah menunggu keputusan WHO terkait status endemi di dunia, serta mencabut dua kebijakan terkait status kegawatdaruratan nasional di Indonesia.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022