Jakarta (ANTARA) - Sejak 14 Februari 2022, ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan hari pemungutan suara Pemilu 2024 jatuh pada 14 Februari, sejumlah tahapan pemilihan umum mulai dilaksanakan di sepanjang Tahun 2022 ini.
Tahapan itu, di antaranya pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang dilanjutkan dengan tahapan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual, hingga penetapan partai-partai politik peserta Pemilu 2024.
Dalam setiap tahapan tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik di tingkat pusat maupun provinsi dan kabupaten/kota, sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah Indonesia, senantiasa menjalankan tugasnya untuk mencegah ataupun menindak segala pelanggaran yang dapat membuat pelaksanaan pesta demokrasi menjadi tidak demokratis.
Sejauh ini, sampai dengan 13 Desember 2022, Bawaslu telah mencatat terdapat 99 dugaan pelanggaran dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi administrasi, serta verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024. Sembilan puluh sembilan dugaan pelanggaran tersebut terdiri atas 80 temuan dan 19 laporan.
Delapan puluh temuan meliputi 76 temuan dugaan pelanggaran yang terjadi dalam tahapan verifikasi administrasi parpol oleh KPU kabupaten/kota. Lalu, 3 temuan dugaan pelanggaran lainnya adalah terkait dengan verifikasi faktual parpol di Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Barat, serta 1 temuan dari laporan dugaan pelanggaran dalam verifikasi faktual di Aceh.
Dari seluruh temuan tersebut, hasil penanganan yang dilakukan Bawaslu sejauh ini sebanyak 11 temuan dihentikan pada putusan pendahuluan dan 64 temuan menyatakan KPU kabupaten/kota terbukti bersalah melakukan pelanggaran administrasi dan diberi sanksi berupa teguran.
Berikutnya, 1 temuan terkait dengan pelanggaran administrasi pada tahapan verifikasi administrasi di Jawa Timur, hasil penanganan dari Bawaslu menyatakan dugaan pelanggaran administrasi tidak terbukti.
Selanjutnya mengenai 19 laporan dugaan pelanggaran, laporan-laporan tersebut terdiri atas 18 laporan terkait dengan pendaftaran partai politik yang 17 di antaranya diperiksa oleh Bawaslu RI dan 1 laporan diperiksa oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslih) Provinsi Aceh.
Mengenai hasil penanganannya, 9 laporan dihentikan di putusan pendahuluan dan 9 laporan dilakukan pemeriksaan serta dinyatakan tidak terbukti ada pelanggaran administrasi.
Ke depannya, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja telah menekankan bahwa pihaknya berkomitmen mengutamakan langkah pencegahan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berpotensi terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Salah satu wujud pelaksanaan komitmen dari Bawaslu itu adalah peluncuran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dalam Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024. Sebagaimana amanat Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Taun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), peluncuran IKP 2024 menjadi wujud upaya Bawaslu dalam mencegah terjadinya pelanggaran pemilu dan sengketa pemilu, dengan mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan, serta pelanggaran pemilu.
Indeks kerawanan pemilu adalah segala hal yang berpotensi mengganggu ataupun menghambat pelaksanaan pemilu yang demokratis. Indeks tersebut memiliki tiga tujuan utama, yaitu memetakan potensi kerawanan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota, melakukan proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran pemilu dan pemilihan, serta menjadi basis untuk program pencegahan dan pengawasan tahapan pemilu sekaligus pemilihan.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menyampaikan pihaknya mengukur Indeks Kerawanan Pemilu 2024 berdasarkan 61 indikator dari empat dimensi, yakni sosial dan politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, serta dimensi partisipasi.
Lebih lanjut, Bagja menjelaskan pengukuran Indeks Kerawanan Pemilu 2024 berlandaskan riset yang dilakukan oleh tim Bawaslu RI serta Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota. Mereka menggali data-data mengenai potensi pelanggaran dalam pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 dari pemberitaan di media, dari aparat keamanan, KPU, forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
IKP 2024
Dalam Indeks Kerawanan Pemilu 2024, terdapat sejumlah hal yang disoroti oleh Bawaslu, di antaranya adalah lima provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi terjadinya pelanggaran dan sengketa dalam pemilu mengacu pada pendekatan hasil input Bawaslu provinsi.
Lima provinsi tersebut adalah DKI Jakarta dengan skor kerawanan sebesar 88,95, Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86), Jawa Barat (77,04), dan Kalimantan Timur (77,04).
Berikutnya, terdapat 21 provinsi yang berada dalam tingkat kerawanan sedang. Mereka adalah Banten (66,53), Lampung (64,61), Riau (62,59), Papua (57,27), Nusa Tenggara Timur (56,75), Sumatera Utara (55,43), Maluku (53,69), Papua Barat (53,48), Kalimantan Selatan (53,35), dan Sulawesi Tengah (52,90).
Kemudian, Bali (52,75), Gorontalo (45,44), Sulawesi Barat (43,44), DI Yogyakarta (43,02), Kepulauan Riau (40,33), Sumatera Barat (39,68), Sulawesi Tenggara (38,32), Aceh (38,06), Sumatera Selatan (35,07), Jawa Tengah (34,83), dan Kepulauan Bangka Belitung (29,89).
Selain tingkat kerawanan tinggi dan sedang, ada pula 8 provinsi dalam tingkat kerawanan rendah, yakni Kalimantan Utara (20,36), Kalimantan Tengah (18,77), Jawa Timur (14,74), Kalimantan Barat (12,69), Jambi (12,03), Nusa Tenggara Barat (11,09), Sulawesi Selatan (10,20), dan Bengkulu (3,79).
Dalam IKP 2024, Bawaslu RI juga merilis 10 provinsi yang masuk dalam kategori provinsi dengan tingkat kerawanan tinggi, berdasarkan IKP 2024, mengacu hasil agregat penghitungan dari Bawaslu kabupaten/kota.
Provinsi tersebut adalah Banten (45,18), Papua (45,09), Maluku Utara (42,35), Sulawesi Tengah (41,70), DI Yogyakarta (41,37), Jawa Barat (39,72), Nusa Tenggara Barat (38,46), Sulawesi Utara (37,02), DKI Jakarta (35,95), dan Jawa Tengah (35,90).
Selain itu, IKP 2024 juga memuat lima isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama, terutama penyelenggara pemilu, demi memastikan pelaksanaan Pemilu 2024 yang lebih terbuka, jujur, dan adil.
Isu strategis pertama adalah persoalan netralitas penyelenggara pemilu yang harus dijaga, dirawat, dan dikuatkan. Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan publik, sekaligus merawat harapan publik terhadap pemilihan umum yang lebih kredibel dan akuntabel.
Bawaslu menilai polemik tahapan verifikasi faktual partai politik yang diwarnai oleh ketegangan di internal penyelenggara pemilu menjadi pengalaman penting bagi penyelenggara pemilu terkait urgensi menjaga netralitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu.
Isu strategis yang kedua adalah pelaksanaan tahapan pemilu di daerah otonomi baru, yakni Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.
Berdasarkan hasil IKP 2024, Bawaslu mencatat penyelenggara pemilu harus memberikan perhatian khusus terkait kesiapan wilayah baru tersebut dalam mengikuti ritme tahapan pemilu yang sudah berjalan.
Ketiga, potensi masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik tetap harus menjadi perhatian untuk menjaga kondusivitas dan stabilitas selama tahapan pemilihan umum berjalan.
Isu strategis yang keempat adalah persoalan intensitas penggunaan media sosial yang makin meningkat, sehingga membutuhkan langkah-langkah mitigasi secara khusus dari penyelenggara pemilu untuk mengurangi dampak politik dan kerawanan yang terjadi dari dinamika politik di dunia digital itu.
Terakhir, IKP 2024 menunjukkan pula bahwa persoalan pemenuhan hak memilih dan dipilih tetap harus dijamin oleh penyelenggara pemilu sebagai bagian dari upaya melayani hak-hak warga negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan.
Bawaslu pun berharap peluncuran IKP 2024 dapat menjadi pedoman bagi para peserta pemilu untuk menjaga kondisi pesta demokrasi agar dapat berjalan dengan baik.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022