Jakarta (ANTARA) - Save the Children Indonesia meminta setiap pihak melakukan aksi nyata melalui mitigasi perbaikan lingkungan guna melindungi anak-anak dari dampak krisis iklim yang semakin buruk

“Sekarang saatnya untuk melakukan aksi adaptasi dan mitigasi untuk memperbaiki keadaan dan memberikan masa depan yang lebih baik kepada anak-anak di Indonesia dan seluruh dunia,” kata Chief of Advocacy, Campaign, Communication, Media and MarkComm Save the Children Indonesia. Troy Pantouw dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Troy menekankan bahwa krisis Iklim membuat banyak anak menjadi terancam karena harus kemiskinan jangka panjang, yang berdampak pada hak pendidikan, kesehatan dan perlindungan.

Dalam laporan terkini Save the Children “Generation Hope” tahun 2022 secara global, diperkirakan 774 juta anak di seluruh dunia atau sepertiga dari populasi anak di dunia hidup dengan dampak ganda yaitu kemiskinan yang parah dan darurat iklim.

Baca juga: Save the Children sebut krisis Iklim sama dengan krisis hak anak

Baca juga: Co-Chair Y20 soroti kekhawatiran anak muda terkait krisis iklim

“Indonesia menempati peringkat ke sembilan tertinggi secara global terkait jumlah anak yang mengalami ancaman ganda tersebut,” katanya.

Laporan itu juga menunjukkan lebih dari 60 juta anak di Indonesia pernah mengalami setidaknya satu kali kejadian iklim ekstrem dalam setahun, sehingga harus tumbuh dalam situasi yang mengancam dan membuatnya lebih rentan secara fisik, sosial dan ekonomi.

Lebih lanjut dalam penggalian data dan informasi yang dilakukan melalui survei dan dialog bersama 54.000 anak dari 41 negara, termasuk di antaranya 20.000 anak Indonesia yang berpartisipasi, diketahui 59,8 persen anak merasakan perubahan iklim mempengaruhi lingkungan di sekitar mereka.

Sementara 30,7 persen anak merasakan ketimpangan ekonomi yang mempengaruhi hak-hak dasar anak.

Troy mencontohkan salah satu kasus di Kabupaten Donggala misalnya. Seorang bapak yang bekerja sebagai nelayan dengan tujuh anak, merasakan jika hasil tangkapan ikannya semakin berkurang akibat perubahan iklim. Hal itu berdampak pada perekonomian keluarga, kesehatan, serta pendidikan anak-anaknya.

Oleh karenanya, dia menyarankan setiap pihak untuk mengambil langkah aksi yang nyata dan ambisius untuk membatasi kenaikan suhu maksimal 1,5 derajat celcius dan berkomitmen pendanaan iklim untuk mitigasi dan adaptasi yang berpihak pada anak.

Keterlibatan anak sebagai pemangku kepentingan yang setara, serta agen perubahan dalam mengatasi krisis iklim dan lingkungan juga sangat penting. Termasuk membangun mekanisme dan platform yang ramah anak untuk memfasilitasi keterlibatan mereka dalam penyusunan kebijakan iklim oleh pemerintah.

“Jika krisis iklim dan ketimpangan tidak segera ditangani, frekuensi dan tingkat keparahan krisis kemanusiaan serta biaya hidup akan terus meningkat,” ujar Troy.*

Baca juga: Krisis iklim sebabkan jutaan anak Indonesia tanggung beban berat

Baca juga: Anak terlahir setahun terakhir akan rasakan suhu 7,7 kali lebih panas

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022