Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia naik pada awal perdagangan Jumat, karena investor melihat untuk mengakhiri tahun dengan catatan optimis setelah data AS menunjukkan kebijakan moneter agresif Federal Reserve (Fed) meredam tekanan inflasi, bahkan ketika kekhawatiran atas kasus COVID di China tetap ada.
Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang terangkat 0,71 persen dan diperkirakan akan berakhir datar pada Desember. Indeks berada di jalur untuk mengakhiri tahun ini dengan penurunan 19 persen - kinerja terburuk sejak 2008.
Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,22 persen, sementara indeks S&P/ASX 200 Australia meningkat 0,34 persen. Indeks saham unggulan China CSI 300 naik 0,63 persen, sementara Indeks Hang Seng Hong Kong melonjak 1,5 persen.
Saham-saham AS ditutup naik tajam semalam didukung oleh data yang menunjukkan meningkatnya klaim pengangguran AS yang menyiratkan kenaikan suku bunga Fed mengurangi tekanan inflasi.
Investor khawatir bahwa upaya bank sentral untuk menjinakkan inflasi dapat menyebabkan perlambatan ekonomi, sementara ketidakpastian tentang seberapa cepat ekonomi China akan pulih setelah pencabutan kontrol COVID telah membuat pasar tetap lemah.
Baca juga: Saham Asia dibuka melemah, lonjakan COVID China resahkan investor
"Menghindari penurunan adalah tugas yang berat," kata Kepala Ekonomi dan Strategi dMizuho Bank Vishnu Varathan. Ia mencatat bahwa ada banyak peluang ekonomi bangkit tanpa cedera dari pengetatan kebijakan global.
Memasuki tahun 2023 inflasi masih harus ditaklukkan dan investor juga akan mewaspadai ketegangan geo-politik yang timbul dari perang Rusia di Ukraina dan ketegangan diplomatik atas Taiwan, kata para analis.
Sistem kesehatan China berada di bawah tekanan karena melonjaknya kasus sejak negara itu mulai menghapus kebijakan "nol-COVID" pada awal bulan, dengan beberapa negara memberlakukan atau mempertimbangkan untuk memberlakukan pembatasan pada pelancong dari China.
Ekonomi terbesar kedua di dunia itu diperkirakan akan mengalami perlambatan produksi dan konsumsi pabrik dalam waktu dekat karena pekerja dan pembeli jatuh sakit.
Di pasar mata uang, dolar AS berada di jalur untuk kinerja tahunan terbaiknya dalam tujuh tahun. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,048 persen pada Jumat pagi, tetapi memasuki beberapa jam terakhir perdagangan tahun 2022, telah naik hampir 9,0 persen sepanjang tahun.
Baca juga: Dolar melemah di Asia, optimisme pembukaan kembali China gagal
Sterling ditetapkan untuk kinerja terburuknya terhadap dolar sejak 2016, ketika Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa. Pound terakhir diperdagangkan pada 1,2057 dolar, naik 0,04 persen, tetapi telah terdepresiasi sekitar 11 persen tahun ini.
Yen Jepang menguat 0,36 persen versus greenback di 132,53 per dolar pada Jumat pagi. Euro turun 0,01 persen menjadi 1,066 dolar.
Minyak mentah AS naik 0,5 persen menjadi diperdagangkan di 78,79 dolar AS per barel dan Brent naik 0,42 persen menjadi diperdagangkan di 83,81 dolar AS per barel.
Meskipun jauh dari puncak yang terlihat awal tahun ini, Brent masih akan menutup tahun 2022 dengan kenaikan 5,76 persen setelah melonjak 50,2 persen pada tahun 2021, sementara West Texas Intermediate (WTI) berada di jalur untuk kenaikan 4,5 persen pada 2022 menyusul lonjakan 55 persen tahun lalu.
Baca juga: Minyak naik di awal sesi Asia, bersiap ditutup lebih tinggi pada 2022
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022