Bandung (ANTARA News) - Pakar hukum laut Prof Dr Hasjim Djalal MA mengemukakan, penetapan batas-batas antarprovinsi atau kabupaten/kota, bahkan dengan negara lain, kini tidak bisa mengabaikan aspek kewenangan daerah-daerah yang bersangkutan. "Sejak 1999, khususnya sejak adanya Undang-undang Otonomi Daerah, aspek kewenangan daerah dalam penetapan batas-batas daerah yang bersangkutan, bahkan dengan negara lain harus diperhatikan," katanya dalam seminar bertema "Aspek-aspek juridis dan non-juridis dalam penetapan batas-batas maritim di kawasan Laut Timor" yang diselenggarakan Fakultas Hukum Unpad bekerjasama dengan Deplu RI, di Bandung, Senin. Seminar sehari itu sendiri antara lain diikuti oleh perwakilan perguruan tinggi, pakar hukum internasional, DPR, kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta mahasiswa dan umum dengan jumlah sekitar seratus peserta. Menurut Hasjim, dalam penentuan batas teritorial, Pemerintah Daerah boleh atau dapat memberikan pendapat tentang batas-batas dimaksud, dan Pemerintah Pusat harus mendengarkan dan mempertimbangkan masukan tersebut. "Tapi kita perlu berhati-hati agar perkembangan otonomi daerah jangan sampai memicu kembali pertentangan sebagaimana pernah terjadi di masa lalu, karena sejarah Indonesia banyak memperlihatkan adanya konflik internal, provinsialisme, separatisme serta pertentangan ideologi, etnik, agama dan politik," ujarnya. Menjawab pertanyaan tentang arti pentingnya kejelasan penetapan batas-batas teritorial antarnegara di laut, mantan Dubes Keliling untuk Hukum Laut yang juga pernah menjadi Dubes RI untuk Kanada serta Jerman itu menjelaskan bahwa penetapan batas teritorial tersebut sangat penting, terutama untuk kesatuan bangsa dan untuk masa depan generasi mendatang. "Lima puluh tahun mendatang Indonesia harus melihat ke Samudera, karena hutan sudah banyak berkurang, dan pertanian tidak banyak diharapkan lagi, sementara dasar laut masih mengandung banyak kekayaan alam. Bahkan kini Cina, Korea dan India sudah mulai mengeksplorasi kekayaan dasar lautnya," katanya. Hasjim juga menjelaskan pentingnya batas udara. Menurut dia, wilayah udara yang berada di dalam kedaulatan Indonesia adalah wilayah udara di atas darat, perairan pedalaman, dan laut wilayah, sementara wilayah udara di atas "Contiguous Zone" (zona yang berdekatan/berdampingan), zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan Laut Bebas adalah bagian dari udara internasional, di mana di dalamnya terdapat kebebasan penerbangan. Mengenai batas tertinggi wilayah udara, menurut dia batas dimaksud belum ditetapkan secara internasional, tetapi jelas batas wilayah udara tidak mencakup angkasa luar. Pada bagian lain, Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan itu mengemukakan pula pentingnya aspek historis dalam melihat penetapan batas negara. Dalam kaitan itu, katanya, Indonesia tidak bisa mengklaim seluruh wilayah Laut Timor, karena sebagian wilayah itu sudah dikuasai Australia jauh sebelum Indonesia merdeka. "Analoginya, berdasarkan kesejarahan di Afrika Selatan terdapat daerah yang disebut Kampung Makassar, tapi kita tidak bisa mengklaim daerah itu sebagai wilayah Indonesia. Contoh lain, Malaysia tidak bisa mengklaim Riau sebagai wilayahnya, meski penduduk Riau adalah orang Melayu, atau orang Padang tak bisa menuntut Negeri Sembilan di Malaysia sebagai wilayahnya, meski di sana terdapat banyak orang Padang," demikian Hasjim Djalal.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006