New York (ANTARA) - Kekacauan operasional di Southwest Airlines, salah satu kejadian terburuk yang pernah disaksikan para pengamat industri penerbangan dalam beberapa dekade, memasuki hari berikutnya pada Rabu (28/12), pelanggan yang marah masih terlantar, terpisah dari keluarga mereka dan beberapa masih membawa hadiah Natal yang rencananya telah mereka berikan beberapa hari lalu, lapor The New York Times.

Tidak ada tanda membaik hingga Rabu pagi. Southwest telah membatalkan lebih dari 2.500 penerbangan, atau 62 persen dari penerbangan yang direncanakan untuk hari itu, menurut FlightAware, layanan pelacakan penerbangan. Pihak maskapai mengatakan mungkin perlu beberapa hari sampai simpul-simpul masalah tersebut dapat diurai dan layanan normal kembali dilanjutkan.

"Konfigurasi operasional Southwest, yang berbeda dari mayoritas maskapai besar lainnya, telah mendapat pengawasan ketat usai badai musim dingin pekan lalu mengganggu rencana perjalanan di seluruh Amerika Serikat (AS)," kata laporan itu.

Southwest secara khusus tidak dapat menerbangkan kembali armada pesawatnya pascabadai, sementara ribuan pelanggan terlantar dan kesulitan untuk melakukan pemesanan ulang, catat laporan itu.

Secara total, hampir 11.000 penerbangan Southwest telah dibatalkan sejak Kamis (22/12), menurut FlightAware.

Pete Buttigieg, Menteri Transportasi AS, mengatakan dalam sebuah wawancara di "NBC Nightly News" pada Selasa (27/12) bahwa itu adalah "situasi yang tidak dapat diterima" yang akan menuntut pengawasan lebih dekat pada sistem penjadwalan Southwest.

Masalahnya berasal dari model unik "point to point" maskapai tersebut, yang membuat armada pesawat cenderung terbang dari tujuan ke tujuan tanpa kembali ke satu atau dua hub utama. Sebagian besar maskapai mengikuti model "hub and spoke", dengan pesawat biasanya kembali ke bandara hub setelah terbang ke kota lain, menurut laporan tersebut.


Pewarta: Xinhua
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2022