Muhammad Ali dengan kekayaan pengalaman jabatan, penugasan, dan pendidikan, diyakini mampu memantapkan kesiapan operasional TNI Angkatan Laut

Jakarta (ANTARA) - Usai dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu, Muhammad Ali sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) dihadapkan pada sejumlah pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.

Salah satunya, sebagaimana yang disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono, pekerjaan rumah yang perlu menjadi perhatian Ali adalah menangkal seluruh ancaman yang ada di laut Indonesia.

Hal senada disampaikan pula oleh pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi. Menurut Fahmi, dengan ragam dinamika yang ada di lingkungan strategis saat ini, terdapat pula beragam bentuk potensi ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia di wilayah laut.

Di antaranya, meningkatnya agresivitas China dan Amerika Serikat di perairan Natuna Utara. Kedua, hadirnya pakta pertahanan trilateral AUKUS yang melibatkan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Dalam pakta tersebut, rencana mengenai pembangunan sejumlah kapal selam bertenaga nuklir dihadirkan oleh ketiga pihak.

Meskipun kedua hal tersebut diklaim menjadi bentuk perimbangan kekuatan demi menghadirkan stabilitas kawasan, Fahmi memandang keberadaan AUKUS dan agresivitas negara-negara kuat itu justru berpotensi memicu ketegangan dan eskalasi konflik.

Dari kedua hal itu pun, bermunculan beragam ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan serta keamanan wilayah laut Indonesia. Ancaman tersebut di antaranya meliputi potensi kemunculan klaim kepemilikan dan pendudukan pulau di Tanah Air oleh negara lain. Kedua, terkait dengan pengelolaan serta pemanfaatan ruang laut menggunakan cara yang tidak sah oleh pihak asing, baik suatu negara maupun korporasi.

Berikutnya, ancaman ketiga adalah melintasnya kapal-kapa secara ilegal atau tanpa izin di alur laut dan perairan teritorial. Dalam hal itu, termasuk pula ancaman pengoperasian perangkat-perangkat pemantauan di bawah permukaan laut, baik untuk kepentingan militer maupun nonmiliter.

Terakhir, tidak bisa diabaikan, juga ada ancaman kemunculan kejahatan-kejahatan laut, bahkan dapat pula yang bersifat transnasional, seperti pembajakan kapal, penyanderaan orang, hingga penyelundupan barang-barang terlarang.

Selain ancaman, terdapat pula beberapa tantangan yang perlu ditaklukkan oleh TNI Angkatan Laut di bawah kepemimpinan Kasal Muhammad Ali yang berkaitan dengan menjaga kedaulatan dan keutuhan serta keamanan wilayah laut Indonesia. Di antaranya, adanya celah-celah rawan perang akibat keterbatasan kekuatan dan kemampuan alat utama sistem senjata (alutsista), baik armada kapal maupun radar dan persenjataan, terutama dalam melaksanakan patroli pengawasan dan penghadangan, mengingat wilayah perairan Indonesia yang begitu luas.

Selanjutnya, terdapat tantangan menyangkut minimnya efek deteren atau menggentarkan musuh akibat target kekuatan pokok minimum yang belum tercapai melalui upaya peremajaan dan modernisasi alutsista TNI Angkatan Laut. Ketiga, masih adanya kewenangan yang bersifat tumpang tindih, terutama berkenaan dengan penegakan hukum dan keamanan di laut. Menurut Fahmi, hal tersebut terjadi karena belum adanya keselarasan payung hukum antarlembaga terkait ataupun antara hukum kelautan nasional dan internasional.

Terakhir, masih adanya kesenjangan kompetensi prajurit dalam menghadapi beragam ancaman militer ataupun hibrida serta bentuk-bentuk peperangan di masa depan.


Langkah TNI AL menaklukkan tantangan

Berdasarkan seluruh ancaman dan tantangan tersebut, Fahmi merumuskan sejumlah langkah yang dapat ataupun perlu dilakukan oleh TNI Angkatan Laut di bawah kepemimpinan Ali sebagai Kasal yang baru.

Pertama, Ali beserta jajaran TNI AL dapat mendorong Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk memastikan bahwa upaya mengejar pencapaian kekuatan pokok minimum matra laut sesuai dengan kebutuhan terkait dinamika ancaman dan tantangan yang dihadapi.

Kedua, meningkatkan efektivitas patroli keamanan laut untuk menekan potensi pelanggaran hukum, kejahatan, dan gangguan keamanan di laut. Ketiga, mengintensifkan pembinaan potensi maritim, terutama di kawasan perbatasan dan kawasan pesisir yang sulit dijangkau dari darat.

Keempat, mendorong penyelarasan payung hukum dan peran antarlembaga pemangku kepentingan di laut. Yang terakhir, peningkatan kompetensi prajurit TNI Angkatan Laut melalui pengayaan kurikulum di lembaga pendidikan dan kegiatan-kegiatan latihan bersama antarnegara untuk mengatasi masalah kesenjangan kemampuan mereka dalam menghadapi ancaman di masa depan.

Dalam pandangan Fahmi, sebagai Kepala Staf Angkatan Laut, Muhammad Ali dengan kekayaan pengalaman jabatan, penugasan, dan pendidikan, diyakini akan mampu memantapkan kesiapan operasional TNI Angkatan Laut dalam menangkal dinamika lingkungan strategis, ancaman, serta tantangan yang dihadapi di seluruh kawasan perairan Indonesia.

Pria kelahiran 9 April 1967 itu telah menempuh sejumlah pendidikan dan pelatihan militer. Di antaranya, usai lulus dari Akademi Angkatan Laut (AAL) Angkatan Ke-35 pada tahun 1989, Ali melanjutkan pendidikan di Dikpasiswa (1990), Pendidikan Calon Pengawak Kapal Selam (Dikcawak Kasel) (1990—1991), serta Kursus Ausbildung Waffengerat U Boote 206 atau kursus Kapal Selam U-206 di Jerman (1997).

Selain itu, Ali juga pernah menempuh pendidikan International Submarine Warfaredi di Inggris (1999), Diklapa II Koum (2000), dan Sustekdikp TNI AL (2001), Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) pada tahun 2003, serta Kursus Komandan Pangkalan (Sus Danlanal) TNI AL (2004).

Sementara terkait dengan karier militer, Ali dikenal sebagai prajurit TNI Angkatan Laut yang dibesarkan di kapal selam. Dia mengawali kariernya sebagai Perwira Departemen Operasi (Depops) Kapal Perang Republik Indonesia KRI Sigalu-857 pada tahun 1990.

Dua tahun berselang, Ali berpindah tugas ke kapal selam KRI Nanggala-402 sebagai Asisten Perwira Divisi Ekasen. Lalu pada 1993 selama dua tahun ke depannya, ia menjadi Pewira Torpedo di kapal selam KRI Pasopati-410. Berikutnya, Ali beralih kembali mengemban tugas KRI Nanggala-402 sebagai Perwira Divisi Komunikasi (Padivkom) pada tahun 1995 dan sebagai Kepala Departemen Leksen pada tahun 1996.

Setelah melalui berbagai pengalaman itu, puncak karier Ali di kapal selam adalah sebagai Komandan KRI Nanggala-402 periode 2004—2005. Seiring berjalannya waktu, sosok yang pernah menjadi ajudan Wakil Presiden Ke-11 RI Boediono pada tahun 2012—2014 itu pun menduduki berbagai jabatan penting lainnya.

Di antaranya adalah Gubernur AAL (2018—2019), Koordinator Staf Ahli (Koorsahli) Kasal (2019), Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) I (2019—2020), Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf Angkatan Laut (Asrena Kasal) (2020—2021), dan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I (2021—2022).

Rekam jejak itu makin membuat sosoknya berpotensi besar dapat terus melanjutkan penyiapan serta pengembangan strategi-strategi TNI Angkatan Laut dalam menangkal dinamika lingkungan strategis, ancaman, serta tantangan yang dihadapi di seluruh kawasan perairan Indonesia.


Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022