Jakarta (ANTARA) - Indonesia memantapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk berkontribusi dalam upaya penanganan perubahan iklim pada tahun ini, salah satunya melalui kolaborasi mencapai penyerapan bersih emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (forestry and other land use/FoLU).

Ambisi Indonesia untuk mengurangi emisi karbon di seluruh lini sektor semakin dikukuhkan pada tahun ini setelah Indonesia secara resmi meningkatkan target pengurangan emisi GRK melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC).

Dalam dokumen yang telah diserahkan Indonesia kepada sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada 23 September 2022, tertulis target penurunan emisi GRK Indonesia adalah 31,89 persen dengan usaha sendiri, dari sebelumnya 29 persen.

Sementara target penurunan emisi jika mendapatkan dukungan internasional adalah 43,20 persen dari sebelumnya 41 persen.

Dari target yang baru, FoLU masih menjadi sektor yang diharapkan dapat menjadi penyumbang pengurangan emisi terbesar. Dengan usaha sendiri FoLU ditargetkan dapat mengurangi 17,4 persen dan lewat dukungan internasional sektor itu didorong mencapai pengurangan 25,4 persen.

Menurut Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanti menyebutkan bahwa pemutakhiran tersebut sesuai dengan amanat COP-26 di Inggris pada 2021, yang meminta setiap negara meningkatkan target NDC sebagai upaya mencegah kenaikan suhu global tidak melebihi 1,5 derajat Celcius.

Komitmen itu merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk menyelaraskan upaya penurunan emisi GRK dan peningkatan ketahanan iklim sesuai skenario Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience pada 2050.

Dengan skenario itu, maka visi Indonesia akan mencapai kondisi nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

Untuk mencapainya maka pemerintah kemudian mendorong pelaksanaan Indonesa’s FoLU Net Sink lewat penetapan Rencana Kerja Operasional FoLU Net Sink 2030 yang sosialisasinya diadakan sampai ke tingkat provinsi.

Sosialisasi itu dilakukan mengingat dukungan pemerintah daerah sangatlah penting untuk mendorong percepatan implementasi di tingkat tapak. Pemerintah daerah diharapkan dapat berperan aktif sebagai pemangku kebijakan di daerah, dalam bentuk formulasi kebijakan pembangunan daerah untuk mencapai FoLU Net Sink 2030.

Selain untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan di tingkat tapak, pemerintah juga mendorong kolaborasi dengan pihak internasional untuk membantu berbagai program pengurangan emisi terutama di sektor kehutanan dan penggunaan lahan.

Beberapa kerja sama telah ditandatangani pada tahun ini, seperti yang dilakukan dengan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) lewat nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) mendukung pencapaian dan penyerapan bersih sektor FoLU pada 2030 yang dilakukan pada Mei 2022.

Kerja sama itu kemudian ditindaklanjuti dengan pengumuman maksud dan tujuan memasuki perjanjian kerangka kerja sama baru pada awal tahun dengan dengan peluncuran kemitraan perubahan iklim dengan pendanaan mencapai hingga 50 juta dolar AS.

Langkah yang diambil sebagai implementasi Lembar Fakta Gedung Putih dalam "Memperkuat Kemitraan Strategis AS-Indonesia" yang diumumkan pada pertemuan bilateral G20 antara Presiden Joko Widodo dan Presiden AS Joe Biden itu akan diwujudkan dengan koordinasi pemerintah dan USAID di semua tingkat.

Kerja sama untuk mencapai FoLU Net Sink 2030 juga dilakukan Indonesia dengan Norwegia, yang ditandai dengan penandatanganan MoU untuk mendukung pencapaian penyerapan dalam jumlah yang sama atau lebih besar dari emisi di sektor FoLU.

Dalam penandatangan pada September 2022, Menteri LHK Siti menyebut bahwa MoU itu bukan hanya sekedar kemitraan, tapi mencakup keterlibatan lebih luas terkait isu iklim dan kehutanan di Tanah Air.

MoU dengan Norwegia itu dilakukan setelah sebelumnya Indonesia mengakhiri perjanjian penurunan emisi GRK yaitu REDD+ dengan kerajaan itu pada 2021.

Langkah kolaborasi juga dilakukan Indonesia dengan pemerintah Inggris lewat penandatanganan MoU kerja sama bidang lingkungan dan iklim, khususnya Indonesia's FOLU Net Sink 2030, dalam penandatanganan yang dilakukan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya dan Menteri Negara untuk Asia, Energi, Iklim, dan Lingkungan Hidup Inggris, Zac Goldsmith pada Oktober 2022.

Kemajuan untuk membantu pendanaan juga memiliki titik terang, yang dapat dilihat dari dicapainya kesepakatan pendanaan Loss and Damage (LnD) untuk negara-negara rentan bencana iklim yang dicapai di Konferensi Iklim PBB ke-27 (COP-27) di Mesir pada November lalu.

Dirjen PPI Laksmi menyebut kesepakatan pendanaan LnD itu merupakan langkah maju mengimplementasikan Persetujuan Paris, terutama karena Indonesia sudah meratifikasinya sejak 2016 melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.


Usaha Indonesia

Peningkatan target Indonesia untuk mencapai FoLU Net Sink demi memenuhi target iklimnya juga dibarengi dengan beberapa upaya dan capaian, termasuk penurunan angka deforestasi dan rehabilitasi mangrove serta gambut.

Deforestasi Indonesia dapat ditekan sampai berada ke titik terendah sebesar 113,5 ribu hektare pada 2020-2021. Jumlah penurunan itu signifikan, jika dibandingkan angka deforestasi di masa lampau yang bahkan pernah mencapai 2 juta hektare.

Dalam COP-27 di Mesir pada November lalu, Menteri LHK Siti menyebut bahwa Indonesia kini menjadi salah satu negara dengan tingkat deforestasi terendah dengan capaian tersebut,

Penurunan angka deforestasi yang disertai dengan peningkatan upaya perlindungan hutan primer, mangrove dan gambut oleh Indonesia itu mendapatkan pujian dari Menteri Negara untuk Asia, Energi, Iklim, dan Lingkungan Hidup Inggris, Zac Goldsmith yang menyebutnya sebagai pencapaian luar biasa dalam diskusi di Paviliun Indonesia di COP-27.

Tidak hanya deforestasi, Indonesia juga dalam tahun ini mendorong percepatan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove, yang dilakukan KLHK bersama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) serta lembaga/kementerian lain bersama berbagai kelompok masyarakat.

Hal itu perlu dilakukan mengingat pencegahan konservasi ekosistem mangrove, yang menurut KLHK terdapat seluas 3,36 juta hektare di seluruh Indonesia pada 2021, dapat membantu mengurangi 30 persen emisi GRK di tingkat nasional.

Besarnya peranan mangrove untuk menekan emisi itu dikarenakan kemampuan ekosistem mangrove untuk menyimpan karbon secara masif, sekitar 4-5 kali lipat dibanding ekosistem lain.

Tidak lupa, restorasi gambut terus juga dilakukan. Mengingat perlu dilakukan restorasi di lahan gambut seluas 2,6 juta hektare untuk membuat Indonesia dapat mencapai target FoLU Net Sink 2030.

Guru besar IPB University dan pakar bidang klimatologi Prof. Rizaldi Boer mengatakan bahwa untuk mencapai FoLU Net Sink, perlu memastikan bagaimana mengubah gambut dari penghasil emisi menjadi penyerap.

Gambut dan mangrove sendiri tetap dapat dimanfaatkan. Namun, harus dilakukan dengan prinsip-prinsip berkelanjutan, di antaranya, untuk gambut dan mangrove yang sudah terlanjur dikelola, untuk dapat diperbaiki teknik budi dayanya dengan pola yang sesuai dengan ekosistemnya.

Untuk itu, implementasi berbagai langkah mencapai FoLU Net Sink 2030 di tingkat tapak menjadi salah satu fokus utama pemerintah.

Dalam rapat kerja rencana kegiatan FoLU Net Sink 2030 pada 13 Desember 2022 lalu, Menteri Siti mengingatkan kepada seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) KLHK untuk menjamin implementasi target FoLU Net Sink.

Implementasi di tingkat tapak diperlukan untuk mencapai emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2 ekuivalen (CO2e) pada 2030 dan seterusnya meningkat menjadi -304 juta ton CO2e pada 2050. Sehingga emisi bersih di tingkat nasional untuk semua sektor menjadi 540 juta ton CO2e atau setara dengan 1,6 ton CO2e per kapita.

Dia mengatakan bahwa target pencapaian yang cukup besar itu hanya dapat diwujudkan dengan melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan yaitu pemerintah baik pusat dan daerah, swasta serta masyarakat.

Semua itu untuk mewujudkan FoLU Net Sink 2030 yang merupakan bentuk komitmen nyata dan ambisi Indonesia dalam penanganan perubahan iklim, yang dampaknya akan dirasakan tidak hanya oleh masyarakat di Tanah Air tapi juga global.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022