Tulungagung, Jawa Timur (ANTARA) - Kelompok pecinta budaya dan penghayat di Kabupaten Tulungagung menggelar napak tilas upacara adat "Sradha Agung" di kompleks Candi Pesanggrahan dan Candi Gayatri, Tulungagung, Jawa Timur, Senin.

Ritual Sradha Agung merupakan sebuah budaya leluhur peninggalan zaman Kerajaan Majapahit yang telah lama "mati suri" dan kini coba dihidupkan kembali.

"Kegiatan ini bentuknya semacam napak tilas upacara Sradha. Apa itu Sradha, ini adalah (budaya) upacara 12 tahun kematian Sri Gayatri Rajapatni. Mengapa sangat penting diperingati, karena beliau dianggap sebagai sosok yang dipersonifikasi dengan ajaran Bhinneka Tunggal Ika dan penyatuan Nusantara," kata Ketua Panitia Napak Tilas Sradha Agung Akhol Firdaus di Tulungagung, Senin.

Baca juga: Uri-Uri Budaya Majapahit dalam Festival Mojotirto

Dalam kitab Negara Kertagama, upacara Sradha Agung digelar oleh pemerintah Kerajaan Majapahit yang mengakui ketokohan Sri Gayatri Rajapatni.

Sri Gayatri memang dikenal sebagai figur sentral di era Kerajaan Majapahit. Dalam kitab kuno itu, Sri Gayatri dipersonifikasikan sebagai guru spiritual yang sangat mempengaruhi kepemimpinan awal raja Majapahit, terutama di era Raja Hayam Wuruk bersama Patih Gadjah Mada.

Salah satu tokoh adat sekaligus pecinta budaya dan penganut aliran penghayat Triston menjelaskan, upacara Sradha Agung dilakukan sekali, setelah 12 tahun mangkat atau meninggalnya Sri Gayatri pada 1350 Masehi.

Baca juga: Pemkot Mojokerto kembangkan kuliner khas era Majapahit

"Napak tilas ini bertujuan untuk mengenang sekaligus menghormati jasa besar tokoh Sri Gayatri yang kebetulan abu jenazahnya disemayamkan di Candi Gayatri, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung ini," kata Triston.

Bupati Tulungagung Maryoto Birowo (tengah) bersama masyaakat adat melakukan ritual napak tilas Sradha Agung di Candi Sanggrahan, sebelum kemudian dikirab menuju Candi Gayatri, Boyolangu, Tulungagung, Senin (26/12/2022) (Destyan Handri Sujarwoko)

Kegiatan napak tilas budaya Sradha Agung untuk mengenang jasa Sri Gayatri ini sudah dihidupkan kembali oleh kelompok pecinta budaya di Tulungagung sejak 2015.

Prosesinya lebih menyerupai kegiatan "nyekar" dan memanjatkan doa untuk arwah tokoh Hindu era awal Majapahit itu, di Candi Pesanggrahan di Desa Sanggrahan dan dilanjutkan ke Candi Gayatri, yang semuanya berada di wilayah Kecamatan Boyolangu.

Kegiatan napak tilas Sradha Agung ini mendapat dukungan penuh Pemkab Tulungagung. Hal ini terlihat dengan kehadiran Bupati dan Wakil Bupati Tulungagung bersama jajaran Forkopimda setempat. Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi bahkan sudah datang sejak pagi, bersimpuh dan bertafakur di depan Candi Sanggarahan yang menjadi titik awal napak tilas.

Baca juga: Seribu penari mayang rontek warnai festival budaya Majapahit

"Napak tilas budaya ini merupakan bentuk melestarikan sejarah Sradha Agung. Ini tujuannya untuk pengingat bahwa di Kabupaten Tulungagung terdapat makam tokoh besar yang menjadi inspirasi penyatuan Nusantara dan semangat Bhinneka Tunggal Ika hingga saat ini," kata Bupati Tulungagung Maryoto Birowo.

Ia memastikan upacara Sradha Agung akan digelar setiap tahun. Dia berharap dengan upacara ini masyarakat akan lebih mengenal sejarah sehingga tidak lupa akan jati dirinya.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022