Jakarta (ANTARA) - Lembaga Jimly School of Law and Government (JSLG) yang didirikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Jimly Asshiddiqie memberikan masukan aspek hukum dan hak asasi manusia (HAM) sebagai resolusi 2023 untuk dijalankan pemerintah.

"Perlu komitmen dan penyeragaman cara pandang dalam upaya pemajuan, pemenuhan, dan penegakan HAM," kata Direktur Jimly School of Law and Government M. Muslih di Jakarta, Jumat.

Komitmen dan penyeragaman cara pandang tersebut harus dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan pengadilan HAM ad hoc.

Penyelenggara negara, kata Muslih, harus melakukan reformasi struktural dan budaya humanisme dalam institusi penegakan hukum yang berbasis kemanusiaan dan etika. Hal itu meliputi kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan.

Masukan berikutnya ialah penyelenggara negara didorong melakukan kajian secara komprehensif dan multidisiplin atas berbagai proyek strategis nasional, dan pembangunan infrastruktur yang mempertimbangkan dimensi HAM.

"Hal itu dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang terdampak langsung," kata dia.

JSLG juga mendorong aparat penegak hukum untuk menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) terhadap perkara tindak pidana tertentu. Berikutnya, kajian-kajian akademik secara komprehensif terkait dengan beberapa pasal yang dianggap kontroversial dalam KUHP perlu dilakukan oleh Pemerintah.

Tidak hanya aspek hukum dan HAM, JSLG juga memberi masukan kepada pemerintah soal isu-isu yang berkaitan dengan politik dan demokrasi. Pertama, mendorong terwujudnya komunikasi politik yang mendidik dan mencerahkan publik.

"JSLG juga mendorong adanya keseimbangan di antara empat organ kekuasaan, yakni negara, korporasi, masyarakat sipil, dan media massa dalam menjalankan fungsinya secara profesional," jelasnya.

Menurut dia, demokratisasi di internal partai politik, transparansi keuangan partai politik, keberlanjutan reformasi sistem pemilu, jaminan independensi penyelenggara pemilu, dan penguatan konsolidasi masyarakat sipil juga harus menjadi evaluasi pada tahun 2023.

Terakhir, kesepakatan bersama atau pakta integritas antara partai politik peserta Pemilu 2024 yang bersih, transparan, dan persatuan dalam kebinekaan serta menghilangkan politik identitas termasuk polarisasi masyarakat setelah pemilu harus segera dilakukan.

Baca juga: Jimly School sampaikan isu strategis masukan bagi pemerintah
Baca juga: Indonesia perlu bentuk instrumen hukum penerapan Resolusi DK-PBB

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022