Eddy dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, mengatakan volume ekspor CPO dan turunannya pada 2022 mencapai 34,67 juta metrik ton (MT), sementara pada 2021 volume ekspor CPO mencapai 37,78 juta MT.
"Memang demikian disebabkan bahwa pada bulan April-Mei 2022 pemerintah menetapkan kebijakan larangan sementara ekspor CPO dan turunannya, sehingga di dalam periode tadi BPDPKS tidak mendapatkan penerimaan dari PE," paparnya.
Eddy memproyeksikan hingga akhir tahun 2022, kinerja ekspor sawit mencapai 30,80 miliar dolar AS dengan pungutan ekspor (PE) sebesar Rp 34.5 triliun, lebih kecil dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 71,64 triliun.
Baca juga: Kemendag ajak pemangku kepentingan dukung kebijakan tata kelola sawit
Aturan pembebasan PE dilakukan dalam rangka mengakselerasi kegiatan ekspor, yang bermaksud menaikkan harga tandan buah segar (TBS) yang anjlok usai adanya larangan ekspor dan kewajiban pemenuhan stok domestik (domestic market obligation/DMO).
Namun, katanya, sejak 16 November 2022 lalu berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatur tarif PE, ditentukan apabila harga sawit sudah mencapai 800 USD/ton atau lebih maka pungutan ekspor berlaku lagi.
Pihaknya juga mengklaim capaian kinerja imbal hasil dana yang dikelola BPDPKS tahun 2022 mencapai Rp 800 miliar (123,31 persen).
Baca juga: Pemerintah perkuat hilirisasi produk sawit dan turunannya
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022