Resolusi tersebut menyatakan "keprihatinan yang mendalam atas keadaan darurat yang sedang berlangsung yang diberlakukan oleh kelompok militer di Myanmar".
Resolusi itu diadopsi dengan dukungan 12 dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB, di mana Rusia, China dan India abstain dalam pemungutan suara.
Resolusi itu juga menuntut "segera diakhiri segala bentuk kekerasan" di seluruh Myanmar.
Baca juga: "Bangku kosong" dan peringatan untuk Junta Myanmar
Dewan Keamanan PBB dalam resolusinya pun meminta junta "untuk segera membebaskan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang," termasuk Suu Kyi, yang sebelumnya menjabat sebagai penasihat negara dan menteri luar negeri Myanmar.
Peraih Nobel Perdamaian berusia 77 tahun itu telah dijatuhi hukuman penjara selama 26 tahun atas tuduhan korupsi dan tuduhan lainnya. Dia dipenjara di Naypyitaw.
Kyaw Moe Tun, yang ditunjuk sebagai Duta Besar Myanmar untuk PBB sebelum kudeta dan tetap menjadi wakil yang diakui meskipun junta berusaha memecatnya, menyambut baik adopsi resolusi Dewan Keamanan tersebut.
Berbicara kepada wartawan setelah pemungutan suara, dia juga meminta Dewan Keamanan untuk mengambil "tindakan yang lebih kuat untuk memastikan junta militer dan kejahatannya segera berakhir".
Inggris memimpin upaya penyusunan Resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Myanmar itu.
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Kami mendukung rakyat Myanmar. Sudah waktunya junta mengembalikan negara kepada rakyat."
Sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: Etnis Rohingya: Mereka mencoba menghapus kewargaan kami
Baca juga: Warga Australia yang dibebaskan Myanmar mendarat di Melbourne
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022