Jakarta (ANTARA News) - Penyanyi tiga jaman Titiek Puspa menegaskan dirinya tidak akan berhenti berkarya dan bekerja, karena dia ingin hidup dari hasil keringat sendiri. "Sampai setua ini saya masih bekerja mengandalkan leher saya. Saya tidak akan minta-minta termasuk kepada anak saya, Petty, sekalipun," kata perempuan berusia 69 tahun itu di Jakarta, Jumat, dalam jumpa pers rencana pertunjukan drama musikal Kupu-Kupu. Menurut dia, Kupu-Kupu yang bakal digelar di Planery Hall JCC Senayan tanggal 18 Mei mendatang adalah sebuah pertunjukan drama musikal. Sedangkan menyangkut kemasan tribut ia serahkan sepenuhnya kepada pihak penyelenggara, yakni 8 Production dan Merah Putih Showbiz. "Saya hanya ditawari ide untuk menyelenggarakan sebuah drama musikal," katanya menanggapi pertanyaan wartawan soal ada tidaknya campur tangan dia sebelum acara itu diadakan. Promotor Iwan dari 8 Production mengatakan, "Semula pertunjukan ini ditujukan untuk menyambut tahun emas (50 tahun) karir Titiek Puspa. Tetapi belakangan teman-teman mengusulkannya juga sebagai sebuah persembahan." Drama musikal Kupu-Kupu diangkat dari kisah nyata seorang pelacur yang diterjemahkan dalam lagu "Kupu-Kupu Malam". Lagu hits Titiek Puspa itu belakangan kembali dipopulerkan oleh kelompok musik Peterpan dan terbukti terjual laris. "Ini kisah nyata tentang seorang wanita yang menjadi kupu-kupu malam karena himpitan kemiskinan. Ia dikawinkan saat masih muda, suaminya kemudian meninggalkannya, dan akhirnya ia harus menjalani profesi tersebut," kata Titiek. Musik digarap Dian HP dan koreografi oleh Ari Tulang, pertunjukan Titiek Puspa ini menghadirkan 70-an artis dan penyanyi, termasuk Peterpan, AB Three, Project Pop, Dorce Gamalama, Delon, Candil (Seurieus), dan Inul Daratista. Termasuk "Kupu-Kupu Malam" yang menjadi lagu tema, seluruh lagu yang disuguhkan berjumlah 33, 10 di antaranya lagu baru. "Saya kumpulkan 23 lagu lama untuk drama musikal ini. Tapi karena kurang, saya tambah 10 lagu baru agar ceritanya utuh," demikian Titiek, biduan kenamaan yang lahir di Tanjung, Kalimantan Selatan, 1 November 1937.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006