Jakarta (ANTARA) - Pakar Ekonomi Universitas Mercu Buana Agus Herta berpendapat pemerintah perlu membuat escape clause terkait kebijakan fiskal yang memuat rencana kontijensi jika terjadi kondisi esktraordinari pada tahun 2023.

"Dalam menghadapi kondisi ketidakpastian, pemerintah perlu menyusun skala prioritas yang menjadi panduan perencanaan dan pengelolaan keuangan negara terutama di tahun 2023," katanya saat diskusi publik Evaluasi Akhir Tahun Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara yang diselenggarakan secara daring, Selasa.

Agus menilai kondisi gonjang-ganjing yang disebabkan oleh pandemi yang tak kunjung usai menyebabkan terjadinya masalah kesehatan yang kemudian menjadi economic wide shocks yang menggoncang kurva aggregate demand dan aggregate supply secara bersamaan.

"Masalah kesehatan menyebabkan terhentinya pergerakan orang. Padahal ekonomi berkaitan sekali dengan pergerakan orang, ketika tidak ada pergerakan orang tidak ada pergerakan ekonomi," ujarnya.

Baca juga: Ekonom: APBN 2023 harus tunjukkan kemampuan belanja yang lebih baik

Belum lagi perang Rusia-Ukraina yang tak berkesudahan yang menciptakan kondisi stagflasi akibat kenaikan harga komoditas pangan dan energi yang sangat tinggi. Kendati pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia memiliki tren meningkat, situasi di 2023 akan sangat bergantung pada dampak kegiatan fiskal yang ditetapkan pemerintah.

"Tahun ini ada beberapa undang-undang yang menarik sekali, terutama yang kemarin disahkan tentang P2SK, ombinus law sistem keuangan yang menyatukan 15 undang-undang. Pertanyaannya apakah itu akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi atau malah tidak," ucap dia.

Menurut dia, dampak kebijakan fiskal tidak hanya mengenai pertumbuhan ekonomi namun harus menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, ia menilai Pemerintah bersama DPR harus selektif dalam menyusun anggaran yang terbatas dengan jeli dan cermat memilah kegiatan yang harus didukung pendanaannya.

"Mana yang urgent mana yang just important, apalagi yang sekedar nice to have. Mana yang long term yield, mana yang medium or short term yield dan mana yang no yield untuk 270 juta penduduk Indonesia," tuturnya.

Selain juga, ia mengharapkan pemerintah hanya menggunakan opsi utang, jika penerimaan tidak cukup, dan hanya untuk kegiatan yang prioritas, mendesak dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.

Baca juga: Kepala BKF: Kebijakan fiskal tetap sebagai 'shock absorber' pada 2023

Baca juga: Sri Mulyani: RI perlu waspadai krisis pangan hingga keuangan pada 2023

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022