Semarang (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) memperketat pengawasan untuk mengantisipasi kecenderungan peningkatan kejahatan perbankan berupa "money laundering" (pencucian uang) dan pemalsuan mata uang rupiah.
"Dengan adanya pengawasan yang ketat, maka kejahatan perbankan seperti pencucian uang dan pemalsuan uang dapat diminimalisir," kata Pimpinan Kantor BI (KBI) Semarang, Amril Arief di Semarang, Jumat.
Ia mengatakan, masalah kejahatan perbankan itu kini telah dibahas Bank Indonesia (BI) dan aparat penegak hukum, termasuk upaya-upaya penanggulangannya.
Menurut dia, pencucian uang dan pemalsuan mata uang rupiah akan dituangkan dalam UU Mata Uang yang kini sedang dibahas di DPR RI.
"Perbuatan mengedarkan uang palsu seharusnya delik yang berdiri sendiri, terpisah dari perbuatan memalsukan uang, sehingga jika pelaku pemalsuan uang dan sekaligus mengedarkan uang palsu, hukumannya akan lebih berat," katanya.
Terkait uang palsu, ia mengimbau kalangan masyarakat yang mendapatkan uang palsu agar menyerahkan kepada bank terdekat atau BI, sedangkan uang yang mengalami kerusakan dengan kadar maksimal 49 persen dapat diserahkan kepada bank untuk ditukar. "Ini sebagai bentuk pelayanan bank terhadap masyarakat," katanya.
Oleh karena itu, ia meminta kalangan masyarakat untuk berhati-hati dalam bertransaksi, jangan sampai tertipu ulah para pelaku pemalsu uang.
Menurut dia, kini ada beberapa kejahatan perbankan lain yang sedang marak antara lain kejahatan yang dilakukan perbankan secara kolektif maupun individu dalam melakukan kegiatan operasional.
"Contohnya kejahatan penipuan nasabah dengan modus operandi pembayaran kredit dari nasabah tidak dibukukan di bank, tetapi untuk saku pribadi. Bagi perbankan yang tertangkap melakukan kejahatan seperti itu tidak akan kita toleransi untuk berkecimpung di bidang perbankan lagi," katanya.
Ia mengakui, kejahatan perbankan yang perlu diwaspadai adalah pencucian uang, jika suatu ketika menemukan ada transaksi yang "extraordinary" (berlebihan) BI akan melaporkan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK).
"Transaksi yang berlebihan itu akan kita selidiki lebih lanjut dengan cermat dan komprehensif, apakah uang tersebut hasil dari pencucian uang, korupsi, dan indikasi kejahatan lainnya," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006