Jakarta (ANTARA) - "Mindcage" mengikuti Detektif Jake Doyle (diperankan oleh Martin Lawrence) dan Mary Kelly (diperankan oleh Melissa Roxburgh) yang tengah berusaha mengungkapkan kasus pembunuhan berantai yang terjadi di wilayahnya, Arkansas, Amerika Serikat.
Berbeda dengan pembunuhan berantai pada umumnya, pembunuhan yang ditemukan oleh duo detektif ini menyasar korban wanita dan "didandani" oleh sang pelaku selayaknya malaikat maut nan cantik. Hal itu membuat para detektif dan polisi teringat pada pelaku kejahatan serupa bernama "The Artist" (diperankan oleh John Malkovich) yang tengah mendekam di balik jeruji besi.
Detektif Jake dan Mary pun berasumsi bahwa pelaku yang mereka incar kali ini adalah peniru dari "The Artist". Oleh karenanya, mereka -- terutama Detektif Mary untuk mencari petunjuk dan bantuan kepada "The Artist" untuk mengungkap kasus mengenai peniru ini yang sedang menjadi buron di kota.
Saat Mary menggali jauh ke dalam jiwa "The Artist" yang brilian tetapi gila, ia dan Jake terjebak ke dalam permainan "kucing dan tikus" yang kejam. Mereka berpacu dengan waktu untuk tetap selangkah lebih maju dari "The Artist" dan si peniru.
Premis "Mindcage" kurang lebih mengingatkan pecinta film ber-genre misteri dan thriller pada "The Silence of the Lambs" (1991) dan film Jepang "Lesson in Murder" (2022) yang berkutat pada polisi yang meminta bantuan pada pelaku pembunuhan.
Meski menarik dan memiliki banyak sisi untuk didalami lebih lanjut, "Mindcage" sepertinya cukup terburu-buru dalam menyampaikan ceritanya. Seperti misalnya mengapa pembunuhan wanita-wanita yang diincar kebanyakan merupakan pekerja seks? Lalu, alasan pemilihan riasan "malaikat" sebagai tema dan ciri khas si pelaku, hingga keterlibatan dari sudut pandang agama dan eksorsisme di sekitar kasus ini.
Sebagai pahlawan dalam cerita, baik Lawrence maupun Roxburgh sebagai duo detektif cukup tampil baik dalam memerankan karakter masing-masing. Keduanya memiliki sisi yang berbeda tapi juga saling melengkapi satu sama lain.
Roxburgh sebagai Detektif Mary memiliki sisi emosional dan kegigihan yang kuat di layar. Ia mampu memberikan secercah warna di cerita dan film.
Di sisi lain, Malkovich sebagai "The Artist" memberikan penampilan yang cukup menarik. Ada beberapa adegan yang mampu ia tampilkan dengan unik, namun terdapat juga yang memberikan sedikit tawa di tengah keseriusan film.
Namun, rasanya penonton kurang bisa mendalami karakter-karakter ini dari sisi kedekatan emosional, mengingat banyaknya elemen lain yang juga harus ditampilkan dalam film.
Lebih lanjut, "Mindcage" pun memiliki sejumlah dialog yang membuat audiens bertanya-tanya, serta seakan mengajak penonton untuk mengikuti perjalanan si duo detektif guna memecahkan kasus.
Terdapat cukup banyak kesenangan dalam petualangan untuk menyatukan banyak potongan petunjuk yang telah didapatkan, namun, di saat yang bersamaan, terkadang misteri yang menyelimutinya terlalu lebar dan tidak diimbangi dengan jawaban yang memuaskan.
Film ini sangat menjanjikan dalam segi premis, tapi agaknya masih dirasa kurang kuat dari segi penyajiannya secara teknis. Naskah digabungkan dengan desain produksi dan editing yang sama-sama memiliki kesan "tergesa-gesa".
Meski demikian, film ini tetap dapat menjadi tontonan yang menarik untuk disaksikan di untuk menutup tahun ini dengan rentetan misteri untuk dipecahkan bersama-sama.
Film "Mindcage" tayang di bioskop Indonesia mulai Rabu, 21 Desember 2022.
Baca juga: "Enola Holmes 2": Perjuangan, cinta, dan kesetaraan
Baca juga: Kisah pembobolan bank paling rumit dalam "Way Down"
Baca juga: "Ngeri Ngeri Sedap", sebuah gambaran dinamika keluarga Indonesia
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022